Memperingati 17
Agustus
Hasil Proklamasi Dirampok oleh
Kalangan Atas Yang Korup
Setiap
peringatan 17 Agustus merupakan kesempatan yang baik bagi banyak orang untuk
mengenang kembali perjalanan panjang perjuangan rakyat Indonesia menuju
kemerdekaan tahun 1945.Perjalanan panjang ini telah melalui, antara lain :
Boedi Oetomo, Serikat Islam, Serikat Rakyat, pembrontakan PKI melawan Belanda
tahun 1926, terbuangnya ribuan orang di kamp di Digoel, Sumpah
Pemuda tahun 1928, gerakan di bawah tanah melawan fasisme Jepang, dan
revolusi 1945.
Memperingati
dan merayakan 17 Agustus adalah kesempatan juga untuk mengingat kembali
jasa-jasa Bung Karno (dan Bung Hatta) dan pemimpin-pemimpin lainnya dari
berbagai golongan dan aliran politik dalam perjuangan untuk kemerdekaan bangsa
kita. Karena itu, sudah sepatutnya, bahkan seharusnya, rakyat kita memperingati
17 Agustus ini dengan gembira dan bangga.
Namun,
di samping itu, adalah satu kenyataan, yang bisa sama-sama kita saksikan
juga, bahwa sebagian dari bangsa kita ada yang merayakan 17
Agustus kali ini dengan berbagai perasaan yang penuh kesedihan, kekecewaaan,
keresahan, bahkan kemarahan.
Perasaan
yang demikian ini telah dimanifestasikan oleh banyak kalangan (buruh, tani,
nelayan, perempuan, pemuda dan mahasiswa, rakyat miskin, penganggur, korban
peristiwa 65, eks-tapol) dengan berbagai cara dan bentuk, selama setahun
ini, di banyak tempat di seluruh Indonesia. Bermacam-macam organisasi
atau LSM telah banyak menyuarakan perasaan berbagai kalangan itu.
Berbagai krisis parah
membahayakan negara dan bangsa
Salah
satu contohnya, yang patut mendapat perhatian dari kita semua, adalah
pernyataan 45 tokoh nasional, yang baru-baru ini menyebutkan bahwa negara kita
sudah dalam bahaya dan menjurus menuju ke jurang kehancuran. Bahkan mereka juga
menuntut kepada DPR untuk mengambil tindakan supaya presiden SBY mundur
dari jabatannya.
Sebab,
menurut mereka presiden SBY terbukti tidak mampu dan secara moral
sudah tidak patut untuk menyelenggarakan negara dan kekuasaan pemerintahan.
Sungguh, suatu pernyataan keras yang tidak tanggung-tanggung !
Kekecewaan
atau kemarahan mereka, yang pada hakekatnya adalah juga kekewaan dan kemarahan
sebagian terbesar rakyat kita disebabkan oleh berbagai krisis nasional yang
sedang melanda negara dan bangsa kita. Yaitu krisis
kewibawaan kepala pemerintahan, krisis kewibawaan kepala negara, krisis
kepercayaan terhadap parpol, krisis kepercayaan kepada parlemen, krisis
efektifitas hukum, krisis kedaulatan sumber daya alam, krisis kedaulatan
pangan, krisis kesehatan, krisis pendidikan, krisis integrasi nasional.
Banyaknya krisis parah yang
melanda di begitu banyak bidang kehidupan yang penting-penting itu memang
menunjukkan bahwa negara kita dalam bahaya. Kita semua tidak bisa meramalkan
peristiwa-peristiwa besar dan penting apa saja (dan yang bagaimana) yang akan
terjadi dalam masa depan yang dekat ini. Tidak saja kasus Nazaruddin-Anas
Urbaningrum bisa memunculkan surprise-surprise besar (dan sangat mengherankan)
, tetapi juga banyak kasus-kasus besar lainnya.
Perbedaan
sekarang dengan masa pemerintahan Bung Karno
Karena itu, perayaan 17 Agustus
tahun ini akan dilangsungkan ketika negara sedang digoncang oleh berbagai
persoalan-persoalan besar dan kumuh (kotor), yang menunjukkan bahwa
kerusakan atau kebobrokan yang diakibatkan oleh berbagai krisis nasional itu
sudah memuncak sekali. Dan berbagai krisis nasional itu, bersumber kepada
krisis moral atau krisis akhlak, yang terutama sekali sudah melanda secara luas
di kalangan atas bangsa kita. Kasus Nazaruddin hanyalah salah satu contoh dari
bagian kecil dari krisis moral itu.
Kehidupan bangsa dan negara
yang serba begitu rusak sekarang ini mengingatkan kita semua bahwa banyak
kebobrokan (terutama kebobrokan moral kalangan atas) yang begitu parah itu
tidak terlihat selama Bung Karno memimpin negara selama 20 tahun antara 1945
dan 1965. Sejarah mencatat bahwa sepanjang masa pemerintahan Bung Karno
itu moral patriotisme dan nasionalisme bangsa kita tinggi sekali. Tidak pernah
dalam sejarah Republik Indonesia (sampai sekarang !) semangat untuk
mengabdi bangsa dan negara sebegitu tinggi seperti di zamannya Bung Karno.
Semangat revolusioner yang
berkobar karena perjuangan 45 tersebar dimana-mana. Jiwa gotong-royong dan
kesediaan untuk mengabdi kepada rakyat menjadi basis moral bagi sebagian besar
masyarakat. Kejujuran dalam kehidupan politik, sosial dan ekonomi menjadi
pedoman hidup banyak orang. Slogan « berbakti untuk nusa dan bangsa »
bukanlah omong-kosong bagi sebagian besar rakyat kita serta
pemimpin-pemimpinnya.
Itulah sebabnya, walaupun
revolusi berlangsung lama sekali (antara 1945 dan 1949) dan disusul
dengan berbagai peristiwa besar (antara lain : pemberontakan RMS,
DI-TII , Konferensi Bandung, PRRI-Permesta, pembangunan stadion Gelora
Bung Karno , perjuangan Irian-Barat, Ganefo, berbagai konferensi Asia-Afrika di
Indonesia) tidak terdengar adanya korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan secara
besar-besaran.
Situasi bangsa yang penuh dengan
patriotisme yang begitu tinggi, dan nasionalisme revolusioner yang begitu
meluas di seluruh tanahair waktu itu adalah berkat kepemimpinan politik dan
moral Bung Karno. Sejak dikhianatinya Bung Karno oleh pimpinan Angkatan
Darat (waktu itu), sampai sekarang tidak pernah lagi bangsa kita melihat adanya
kepemimpinan (politik dan moral) yang begitu besar dan luhur.
Mengenang
kebesaran Bung Karno dan pengkhianatan Suharto
Oleh karena itu, ketika kita
semua memperingati Hari Besar 17 Agustus, perlulah kiranya kita di samping
mengenang jasa-jasa dan kebesaran Bung Karno juga sekaligus mengingat kembali
juga kepada pengkhianatan Suharto beseta konco-konconya (di dalam dan luar
negeri) terhadap bapak persatuan bangsa beserta pendukung-pendukung
revolusionernya.
Sebab, sejarah sudah membuktikan
dengan jelas, bahwa pengkhianatan pimpinan Angkatan Darat (waktu itu) terhadap
Bung Karno telah menimbulkan kerusakan-kerusakan besar dan banyak sekali kepada
kehidupan bangsa, dan terutama sekali telah melumpuhkan kekuatan demokratik dan
revolusioner Indonesia. Sekitar tiga juta orang tak bersalah apa-apa telah
dibunuhi secara biadab, dan ratusan ribu orang kiri lainnya dipenjarakan
dengan sewenang-wenang di berbagai tempat di Indonesia.
Kerusakan-kerusakan yang dibikin
oleh Orde Baru selama 32 tahun itu akibatnya masih kelihatan sampai sekarang,
meskipun berbagai pemerintahan lainnya sudah menggantikannya.
Kerusakan dan kebobrokan itu bahlan kelihatan lebih menghebat lagi di bawah
kepemimpinan SBY. Jadi, segala kebobrokan atau kebusukan yang kita saksikan
dewasa ini ada hubungannya yang erat dengan kerusakan-kerusakan yang telah
ditimbulkan Orde Baru.
Kebobrokan
atau kebusukan yang melanda negara dan bangsa sejak Orde Baru sampai sekarang
ini sulit bisa diperbaiki oleh pemerintahan yang mana pun atau partai politik
yang apa pun, sampai kapan pun, dengan sistem politik, sosial dan ekonomi
yang bagaimana pun, kalau bertentangan ajaran-ajaran revolusioner Bung
Karno, dan mengkhianati Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
Pemerintahan
di bawah kepemimpinan SBY adalah bukti yang jelas tentang kegagalan
sistem politik, sosial, dan ekonomi, yang makin menjauhkan negara dan
bangsa dari tujuan revolusi 17 Agustus 45.
Karena
itu, ketika memperingati ultah ke 66 Republik Indonesia tahun ini kita perlu
merenungkan bersama, jalan apakah yang harus kita tempuh bersama, dan dengan
cara apa, dan dengan apa (dan juga dengan siapa-siapa saja) bangsa kita perlu
berusaha terus untuk menciptakan cita-cita kemerdekaan, yaitu masyarakat adil
dan makmur.
Dunia
terus berubah, tetapi Indonesia mandeg dan bobrok.
Peringatan
ke-66 hari kemerdekaan tahun ini kita adakan ketika dunia berubah terus dengan
cepatnya. Amerika Serikat, yang dalam jangka lama sekali menjadi « pemimpin »
dunia kapitalisme sekarang mengalami krisis ekonomi yang parah, dan menjadi
negara yang hutangnya paling besar di dunia. Eropa Barat juga mengalami
berbagai problem ekonomi dan sosial yang parah.
Tiongkok,
yang dalam masa silam termasuk negara dan bangsa yang terbelakang, sekarang
sudah menjadi kekuatan ekonomi yang terbesar sesudah AS, dan bahkan akan
melampauinya tidak lama lagi. Uni Soviet yang sudah runtuh digantikan oleh
Rusia yang bangkit menjadi kekuatan ekonomi (juga politik dan militer) yang
memainkan peran yang tidak kecil di bidang internasional. India, Vietnam, juga
sudah meraih kemajuan-kemajuan besar sekali.
Amerika
Latin, yang dalam masa lalu menjadi daerah setengah jajahan AS sudah berubah
menjadi kekuatan yang tidak tunduk begitu saja kepada kemauan Washington. Peran
Kuba, Venezuela, Bolivia, Peru, Ekuador, Brazilia, Argentina, untuk mendorong
perubahan-perubahan besar di Amerika Latin masih tetap bisa dilanjutkan terus.
Pergolakan-pergolakan
di negara-negara Arab, yang dipelopori oleh gerakan-gerakan di Tunisia, Mesir,
Libia, Yaman, Siria dan lain-lainnya lagi, sedang berlangsung terus dan bahkan
meluas di negara-negara Arab lainnya, dengan bentuk dan isi yang
berbeda-beda. Pergolakan-pergolakan ini akhirnya akan bisa memberikan sumbangan
dan dorongan penting kepada pembaruan Islam di dunia.
Perubahan-perubahan
dan kemajuan-kemajuan besar di banyak negara di dunia itu semua membikin hati
banyak orang di antara bangsa kita menjadi marah ketika membandingkannya
dengan keadaan negara kita dewasa ini yang serba mandeg, kacau, dan bobrok.
Hasil
proklamasi dirampok oleh kalangan atas yang korup
Dengan jumlah 240 juta orang
penduduk Indonesia adalah nomor empat terbesar di dunia, sesudah Tiongkok,
India, dan Amerika Serikat. Tetapi, yang bisa dikatakan sudah betul-betul
merasakan hasil kemerdekaan adalah hanya sekitar 20% saja atau sekitar 45 juta
saja. Sedangkan yang 80% (sekitar 200 juta) termasuk mereka yang masih
belum merasakan hasil kemerdekaan.
Sebagian
terbesar hasil Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus telah dirampok secara
besar-besaran oleh banyak kalangan atas (bidang eksekutif, legislatif,
judikatif, pemuka-pemuka masyarakat, pimpinan partai-partai politik dan agama,
pengusaha besar), yang bersekongkol dengan kepentingan asing.
Kalangan
atas yang mengkhianati rakyat inilah yang selalu dengan rhetorika muluk-muluk
« membela kepentingan rakyat », « menghormati UUD 45 »,
«menjunjung tinggi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika » sebetulnya dalam
praktek melakukan berbagai macam kejahatan secara berjemaah, untuk melakukan
korupsi, penyalahgunaan dan pelecehan hukum, dan merekayasa kekuasaan, untuk
memperkaya diri sendiri dan golongan mereka masing-masing.
Paris, 15 Agustus 2011
A. Umar Said
0 komentar:
Posting Komentar