Sudah
empat tahun Kadiroen menjadi Asisten Wedono di Onderdistrik Gunung Ayu, yaitu
sebuah onderdistrik yang sunyi karena di daerah pegunungan. Sedang di situ
tidak ada pabrik gula atau onderneming-onderneming.
Namun Kadiroen sampai waktu itu belum juga kawin. Selama empat tahun ia bekerja
siang malam untuk meningkatkan taraf hidup orang kecil yang menjadi rakyat
bawahnya. Ia sangat pandai dan bijaksana dalam mengurus setiap persoalan.
Hampir semua rakyatnya hidup berkecukupan. Sebab Kadiroen selalu memberi
nasihat dan teladan yang baik kepada orang-orang kecil. Karena kehidupan rakyat
yang berkecukupan maka tidak ada orang yang suka mencuri dan berbuat kejahatan.
Kadiroen sangat dicintai oleh rakyatnya sedang dari atasannya ia sering
mendapat pujan. Hanya sekitar satu tahun yang lalu ia menghadapi masalah yang
menyusahkan dirinya. Yaitu di Meloko di mana penduduknya tidak bisa makmur
sebagaimana desa-desa yang lainnya. Desa tersebut, penduduknya banyak yang
hidup miskin. Tetapi lurah di desa itu terkenal sebagai lurah terkaya ketimbang
lurah-lurah yang lain di seantero Onderdistrik Gunung Ayu. Kadiroen menyelidiki
dengan seksama kehidupan di desa itu. Tetapi ia tidak juga mengerti apa yang
menjadi penyebabnya. Kemiskinan penduduk desa tersebutlah yang membikin susah
hati Kadiroen. Ia sering tidak tidur, memikirkan bagaimana ia berikhtiar
mencari cara guna meyelesaikan masalah tersebut.
Begitulah,
jam empat pagi ia sudah naik kuda pergi ke desa tersebut. Ia ingin melihat
bagaimna cara kerja rakyat disana. Sebab dengan mengerti sendiri kerja rakyat,
ia akan mengerti bagaimana cara berusaha dan menasihati rakyat desa tersebut.
Sunyi
sekali. Hawanya sangat sejuk. Burung-burung terbang kian kemari. Dari pepohonan
yang sepertinya masih tidur, belum dibangunkan oleh angin, terdengar pantun dan
nyanyian burung-burung yang amat indah, menyenangkan hati untuk mereka yang
menghargai kehidupan binatang dan alam. Dan jauh terdengar kokok ayam jantan,
seperti mengingatkan kepada makhluk Tuhan bahwa pagi itu adalah saat di mana
kita akan melihat hari-hari yang bakal terbit. Langit di timur berwarna merah
saga makin lama makin menguning. Kuning muda lalu kuning putih. Dan
mengintiplah sang raja alam, mentari dari balik batas dunia. Sinarnya memancar
kuat, mengusir gelapnya malam seperti membuka jalan bagi si raja siang.
Bangunlah dunia.
Jalan
raya yang naik turun di tanah perbukitan itu belum banyak dilalui orang. Hanya
ada seorang naik kuda sambil berpantun ria dengan burung-burung menunjukkan
bahwa orang itu memiliki hati yang tenteram dan berbakti pada Tuhan yang
menganugerahi keelokan dunia ini. Ia adalah Kadiroen, yang sangat gembira
menyaksikan indahnya suasana pagi.
"O,
Tuhan Allah. Gustiku. Hamba berterima kasih kepada kebesaran-Mu. Sebab telah
memberikan pemandangan pada hamba yang bisa melihat dan merasakan keelokan
kekuasaan Tuhan atas makhluk-Nya.”
Begitulah,
Kadiroen selalu memuji dalam hatinya. Lalu ia berkata dalam hati: "Hai,
teramat sunyi dan indah sekali jalan ini. Sudah dua jam saya naik kuda, berarti
sudah dekat dengan Desa Maloko. Tetapi mengapa belum bertemu dengan seorang
manusia pun." Baru saja Kadiroen berpikir demikian, di kejauhan ia melihat
sosok manusia, makin lama makin besar. Mereka berdua hendak berpapasan.
Kadiroen naik kuda, sedangkan orang itu berhenti di tepi jalan, mempersilakan
Kadiroen. Kedua mata mereka saling beradu pandang. “Aduh” kata Kadiroen dalam
hatinya. Ia hendak melecut kudanya supaya berjalan lebih cepat. Maka ia segera
melewati orang yang ada di tepi jalan itu. Setelah agak jauh, ia menengok ke
belakang. Dalam hatinya ia bertanya: "Siapakah gerangan orang itu?”
Sesampai
di Desa Maloko, Kadiroen melihat penduduk di situ sudah bangun semua. Mereka
sedang sibuk bekerja di sawah. Kadiroen menjadi gembira. Ia berkata dalam hati,
”Penduduk di sini rajin-rajin, tanahnya subur, air banyak. Tetapi mengapa
mereka tidak bisa kaya sebagaimana desa-desa lain. Apakah penyebabnya?”
Kadiroen bertanya kepada orang-orang yang bekerja di sawah tentang berbagai hal
yang berhubungan dengan mata pencaharian dan kehidupan rakyat di desa itu.
Tetapi seluruh keterangan yang didapat Kadiroen belum mampu memecahkan
persoalan yang dihadapi. Apa sebabnya rakyat tidak bisa hidup makmur. Setelah
siang ia pulang dengan hati gundah. Ia berjanji dalam hatinya, esok pagi akan
kembali lagi. Ia ingin tahu dan terus berusaha mencari tahu sebab-sebabnya. Di
dalam perjalanan pulang, ia terus berpikir. Otaknya terus berputar-putar.
Tetapi selain itu, setiap beberapa saat, jiwanya selalu bertanya "Aduh,
siapakah, gerangan orang yang tadi itu?" Silih berganti ingatan dan
pikirannya berkecamuk. Kadiroen berusaha menenteramkan jiwanya. Tetapi ah,
setiap saat ia selalu teringat. Dadanya berdebar-debar dan nyeri, “Aduh,
siapakah?” Jika pada siang hari jiwa Kadiroen bertanva-tanya, malamnya selalu
tidak bisa tidur. Dan pada saat itu juga batinnya selalu bertanya: “Siapakah
dia?" pertanyaan itu terus-menerus tidak mau pergi dari ingatannya.
Tengah
malam Kadiroen baru bisa tidur. Lalu bermimpi seperti sedang naik kuda lagi,
pergi ke Desa Meloko. Dan persis seperti kejadian sesungguhya yang ia aalmi
paginya. Di dalam impian itu ia bertemu lagi dengan orang: “Siapakah dia?” O,
tetapi betapa bahagianya hati Kadiroen mendapat impian yang luar biasa. Sebab
dalam impian itu, orang yang selalu menjadi pertanyaan hatinya "Siapakah
dia?" yang berbicara dengannya. Ya, berbicara, itulah sebabnya Kadiroen
menjadi sangat bahagia.
“Siapakah
dia?” Dialah seorang perempuan. Pembaca yang terhormat memang di suatu ketika
dalam hidup manusia, ada saat-saat yang menghidupkan jiwa manusia, ada
saat-saat demikian luar biasa. Yaitu saat seorang bujang mengungkapkan perasaan
cintanya kepada orang lain. Yakni pemuda kepada pemudi atau sebaliknya. Inilah
kodrat Tuhan Allah. Dan oleh karena itu, mulai saat itu Kadiroen menaruh
perasaan cinta kepada seorang perempuan.
Pagi
tadi ia baru sekali melihat perempuan yang sedang berangkat ke pasar. Tetapi,
anehnya seterusnya ia tidak bisa lupa kepadanya. Tidak tahu, siapa perempuan
itu. Ia hanya baru tahu wajahnya saja. Tetapi wajah perempuan itu sekarang
sudah tidak bisa pergi dari ingatannya. Perempuan itu adalah seorang gadis
muda. Usianya 21 tahun. Tadi pagi ia berangkat ke pasar. Pakaiannya tidak
menunjukkan sebagai orang kaya. Tetapi bersih dan rapi. Tetapi wajahnya sangat
cantik sekali. Perawakannya sedang. Penampilan dan tingkah lakunya tampak
lembut, begitu menarik hati; berwajah cantik, dengan rambut hitam mengkilat
menambah sempurna kecantikan wajahnya. Yaitu wajah yang berkulit kuning bersemu
putih serta halus, sehalus sutera layaknya. Hidungnya mancung dan indah.
Mulutnya kecil dengan bibir yang memerah indah. Pipinya padat berisi. Dagunya
kelimis, alis atau keningnya bersemu hitam manis ayu dengan bulu mata yang
lebat dan panjang. Dan matanya, O, matanya, begitu elok-tajam, begitu terang.
Bola matanya tampak hitam mengkilat jika sedang memandang orang. O, Kadiroen
tidak bisa melupakan pada keindahan yang begitu menarik jiwanya. Yang mengikat
jiwanya sampai sakit, menyenangkan.
Esok
harinya, sedikit agak siang, Kadiroen berangkat lagi ke Desa Meloko. Dalam
perjalanan ia selalu melihat bayangan perempuan yang ia cintainya. Kadiroen
sangat berharap supaya ia jangan bertemu lagi dengan perempuan itu. Karena ia
tidak ingin jiwanya tergoda. Ia berusaha menindas perasaan cintanya. Akan
tetapi celaka, di dekat Desa Meloko, ia bertemu lagi dengan perempuan itu.
Berjalan sendirian di jalan yang sepi, baru pulang dari pasar. Di punggungnya
ada gendonganrangking atau kemarang yang penuh berisi. Kangking itu
tampaknya amat berat. Karena perempuan itu berjalan pelan-pelan dan
sebentar-sebentar berhenti untuk memulihkan tenaganya. Ia bermandi keringat.
Demi
melihat itu, Kadiroen menjadi amat belas kasihan. Hatinya seraya hancur laksana
air. Ia tidak ingat apa-apa lagi seraya turun dari kudanya dan berkata:
“Mbakyu,
saya kasihan kepada Mbakyu. Berikanlah sebagian isi rangking itu padaku, biar
agak ringan. Saya bersedia menolong membawakannya”
Perempuan
itu terkejut. Wajahnya terlihat sedih, sehingga Kadiroen tambah kasihan. Dengan
suara nyaring dan ringan molek menjawab:
“Terima
kasih banyak Tuan. Tetapi karena rumah saya sudah dekat. Jadi saya kuat
membawanya sendiri, meskipun berat.”
Kadiroen
menjadi heran dan memuji keteguhan si perempuan, tidak suka ia ditolong,
meskipun kelihatan sudah amat lelah. Kadiroen tidak berani memaksa menolong
sebab ia belum kenal kepada perempuan itu. Dan lagi, ia merasa perbuatannya
sangat aneh. Hatinya menyesal, sebab tidak berpikir dahulu. Ia merasa ia turun
dari kuda bukan hanya karena perasaan sangat belas kasihan semata. Tetapi
karena dorongan rasa cinta. Kadiroen toh harus bisa berpikir bahwa seorang
perempuan yang pulang dari pasar tentu tidak mungkin berani menitipkan
barangnya kepada seorang priyayi, Asisten Wedono. Meskipun ia seorang Asisten
Wedono yang tidak suka meninggi-ninggikan derajat dan pangkatnya. Kadiroen
merasa perbuatannya tidak dipikir panjang lebih dahulu. Tetapi sebaliknya, ia
membetulkan perbuatannya dengan alasan, ia tidak bisa berpikir panjang ketika
melihat ada seseorang yang mesti ditolong seketika itu juga. Ia tidak punya
maksud lain selain hanya ingin menolong semata. Dan siapa pun orang yang mau
menolong tentu tidak ingat apa pangkatnya. Kadiroen lalu ingin segera naik ke
atas kuda lagi. Tetapi tertarik oleh perasaan cintanya maka ia seperti dipaksa
oleh kekuatan rahasia sehingga ia pun bertanya:
“Siapa
namamu Mbakyu?”
“Ardinah,Tuanku!”
Hari
itu Kadiroen mendapat sedikit keterangan, mengapa penduduk Desa Meloko tidak
bisa kaya sebagaimana desa-desa lain. Tetapi keterangan itu belum cukup menjadi
bukti untuk menindak bagi yang bersalah. Karena itu esok paginya Kadiroen
hendak kembali lagi ke Desa Meloko. Dalam perjalanan pulang lagi-lagi bayangan
Ardinah terus menyusup dalam hatinya. “Ardinah, o, Ardinah," katanya dalam
hati."Apakah dosa kini aku sekarang telah bertemu denganmu dua kali, lalu
menjadi tergila-gila tidak bisa melupakanmu?" Setiap kali Kadiroen
berusaha menindas perasaan cintanya kepada Ardinah, setiap kali itu juga justru
semakin bertambah ingat Ardinah. Kadiroen menjadi sering heran mengapa jiwanya
begitu tergila-gila hanya ingat pada seseorang. Sedangkan ia baru bertemu dua kali.
Kadiroen merasa ia sangat menaruh rasa cinta. Dan perasaan cinta itu telah
mengikat jiwanya pada Ardinah. Karena itu dalam benaknya ia berpikir untuk
kawin dengan Ardinah.
Begitulah
kenyataannya manusia itu. Pada suatu saat di dalam hidup manusia, ia akan
kedatangan perasaan cinta. Dan setelah itu datang kehendak untuk kawin. Dua hal
ini tidak mungkin disingkirkan. Karena keduanya merupakan suatu yang telah
dikodratkan Tuhan Allah sebagai suatu kepastian. Ada siang ada malam, tidak
mungkin bisa dilawan manusia. Kadiroen yang sudah berumur 24 tahun dan sudah
sering ditanya ayah dan ibunya apakah ia telah ingin menikah, selalu menjawab:
“Tidak, sebab saya tidak mau terikat dengan perempuan. Saya mau merdeka terus.”
Tiba-tiba, sekarang dengan kuasanya sang kodrat, maka mau tidak mau ia sangat
suka terikat dengan Ardinah. Dan ia lalu berpikir tentang perkawinan. Apakah
Kadiroen tahu betul siapa itu Ardinah? Buat Kadiroen, nama itu berbunyi seperti
judul gending atau lagu gamelan yang terbaik. Kadiroen berpikir, tidak peduli
itu anaknya siapa. "Saya mencintainya, maka tentu akan saya kawini. Saya
mencintai Ardinah, tetapi ah...." ia tidak berani meneruskan pikirannya.
Ia menjadi takut. Hatinya amat sedih. Ia berdoa jangan sampai Ardinah tidak
mencintainya dan tidak mau kawin dengan dirinya. Dalam hati ia menangis,
"O, Ardinah. Ampunilah aku, berikan cintamu kepadaku, sebagaimana aku mau
memberikan cintaku kepadamu.” Lalu timbul lagi dalam pikiran Kadiroen, bahwa ia
orang baik-baik, masih muda ia sudah berpangkat tinggi. Ia masih bujang perjaka
sejati. Oleh karena itu, kalau ia datang ke rumah orang tua Ardinah, pasti ia
diterima sebagai menantunya. Tetapi sebaliknya ia berpikir: “Orangtuanya
umpamanya memberi izin, tetapi jika Ardinah tidak mencintai saya. Oh, mau apa
saya?" Orangtua bisa memaksa Ardinah, itu tidak melanggar adat. Tetapi apa
perlunya saya kawin dengan orang yang dipaksa mencintai saya. Sedang ia sendiri
tidak mencintainya. Dalam masalah ini, tentu sayalah yang berdosa, sebab
sayalah penyebab awal sehingga orang memaksa orang lain untuk menyerahkan
hidupnya seumur-umur kepada saya. Sedang ia merasa susah terus-menerus. Orang
yang terpaksa seperti itu, pasti hatinya teramat susah. O, saya tidak suka
membikin susah manusia. Apalagi susahnya Ardinah. Saya hanya mau kawin dengan
orang yang betul-betul saya cintai. Begitupun sebaliknya, ia juga mencintai
saya dengan sungguh-sungguh. Begitulah dalam hal ini sikap adil yang harus
diutamakan oleh Kadiroen. Tetapi, sebentar-sebentar perasaan Kadiroen berubah-ubah.
Manakala ia berpikir Ardinah juga mencintainya, ia bahagia tetapi sebaliknya ia
menjadi sangat susah manakala terpikir Ardinah tidak mencintainya. Sungguh,
jiwa Kadiroen sangat tergoncang, sebentar ia teramat senang, sebentar susah.
Jiwanya seperti dipermainkan oleh perasaannya sendiri, antara senang dan susah.
"Ardinah, Ardinah, ampunilah aku, berikan cintamu kepadaku. Saya sanggup
memberikan seluruh hidup dan cintaku kepadamu." Begitulah, tiap menit ia
selalu memuji-muji Ardinah. Sungguh manusia dalam situasi semacam itu, jiwanya
menjadi sangat tergoncang. Dan kalau rasa cinta itu tak terpenuhi, sementara
orang itu tidak kuat memikul beban itu, maka celakalah ia. Ia akan gampang
menjadi gila. Itulah sebab yang menjadikan adat orang-orang Islam di tanah Jawa
mengawinkan anak-anaknya pada usia masih muda sekali. Supaya pada saat perasaan
cinta menjelang ia kawin. Sehingga saat cinta datang, maka kebanyakan lalu ia
akan mendatangi istrinya yang sudah bersama dengannya dan juga sedang jatuh
cinta. Demikian pula seorang perempuan yang berhadapan dengan lelaki. Kawin
dahulu, baru mencintai. Itulah yang kemudian menjadi adat. Padahal menurut
kodrat, mestinya cinta lebih dahulu, baru kawin. Adat semacam ini sepertinya
melawan kodrat. Karena itu maka sering terjadi, adat berbuah kebusukan. Yaitu,
sudah kawin tetapi sama-sama tidak saling mencintai. Sehingga mereka hidupnya
mengalami kesusahan terus-menerus, dan akhirnya bercerai. Atau menikah lebih
dari satu perempuan atau bahkan berzina. O, sungguh hal-hal yang tidak baik
seperti ini sering terjadi di tanah Jawa. Kodrat tidak bisa diatur oleh adat.
Demikianlah pikiran-pikiran itu menerawang dalam benak Kadiroen. Dan baru
tengah malam ia bisa tidur.
Kadiroen
harus mencari bukti-bukti yang jelas selama kedatangannya di Desa Meloko, untuk
memberi pelajaran kepada mereka yang bersalah karena menghalang-halangi rakyat
dapat hidup makmur. Oleh karena itu, pada suatu hari, ia pergi lagi ke Desa
Meloko, melalui jalan yang sepi sebagaimana biasanya. Kadiroen berpikir keras
supaya ia tidak bertemu dengan Ardinah. Sebab Kadiroen khawatir jiwanya akan
tambah tergoda oleh perasaan cintanya. Tetapi sebaliknya, jiwanya
sebentar-sebentar justru mengharap agar ia bertemu. Antara keinginan bertemu
dan keinginan tidak bertemu, dua keinginan yang berlawanan yang berkecamuk
dalam benak Kadiroen. Pikirannya menolak, sebaliknya hatinya berharap. Sungguh,
seorang yang sedang jatuh cinta sakit rasanya jika perasaan cinta itu belum
terpenuhi. Kadiroen sudah hampir tiba di Desa Meloko, tetapi ia menjadi sangat
terkejut, karena ia bertemu lagi dengan Ardinah. Bagaimana pertemuan itu
terjadi? Ia melihat Ardinah duduk menangis di pinggir jalan. Muka Ardinah
ditutupi dengan kain selendang, sedang airmatanya bercucuran. Rangking yang
berisi penuh, ia letakkan di sampingnya. Ardinah sangat susah hatinya, sehingga
ia tidak tahu kalau Kadiroen datang mendekat lalu turun dari kudanya. Demi
melihat Ardinah menangis, Kadiroen merasa sangat kasihan dan hancur perasaan
hatinya. Makanya tanpa pikir panjang, ia mendekati Ardinah dan bersikap
sebagaimana orang yang satu sama lain telah mengenal cukup lama. Maka dengan
segenap perasaan cintanya, Kadiroen berkata: "Ardinah, o, Ardinah, jangan
menangis dan bersedih hati."
Mendengar
suara itu, Ardinah terkejut. Ia segera mengelap airmatanya serta menjawab:
"Ampunilah Tuan, Hamba tidak tahu kalau Tuan datang."
"Tidak
mengapa. Sayalah yang wajib minta ampun kepadamu. Karena saya berani
mendekatimu saat engkau sedang dalam kesusahan. Tetapi saya ingin menolongmu,
apa saja sebisaku. O, Ardinah, percayalah kepadaku, ceritakan apa yang
menyebabkan kesusahanmu," kata Kadiroen.
Ardinah
mendengarkan omongan Kadiroen yang lemah lembut. Lalu roman mukanya yang susah
kelihatan berubah menjadi bahagia. Sekarang ia bertemu dengan seorang lelaki
yang gagah dan suka menolong pada sesama manusia. Ardinah tahu yang hendak
menolong itu adalah Kadiroen, seorang Asisten Wedono. Karena Kadiroen sudah
dikenal oleh semua rakyatnya, demikian pula tentunya Ardinah juga telah
mengenalnya. Kadiroen seorang priyayi yang terkenal mencintai orang kecil. Ia
seorang kesatria, pembela rakyat. Kadiroen berkata dengan lemah lembut kepada
Ardinah. Hati Ardinah menjadi penuh dengan rasa terima kasih. "O,
Kadiroen, kamu sungguh baik lahir-batin. Kamu masih muda, ganteng dan amat
bijaksana. Sekarang kamu mau menolong saya," katanya dalam hati. Dan
dengan terus terang Ardinah menjawab:
"O,
Tuan hamba mengucapkan beribu-ribu terima kasih atas maksud Tuan menolong
hamba. Tetapi hamba tidak perlu ditolong, karena hamba kuat memikul beban
kesengsaraan ini. Adapun hamba tadi menangis karena hamba merasa susah, sebab
mau menolong orang lain, tetapi hamba tidak mampu."
Demi
mendengar itu, hati Kadiroen menjadi sangat bahagia. Ardinah, perempuan yang ia
cintai, susah hanya karena belum bisa menolong orang lain. Pada saat itu,
Kadiroen mengetahui, Ardinah selain elok paras mukanya, juga elok hatinya.
Selain itu, Kadiroen juga menjadi semakin mengerti dari keterangan Ardinah yang
mengatakan ia kuat memikul kesengsaraannya sendiri, ia tidak suka ditolong. Ia
mengerti, Ardinah sangat besar hati, percaya diri, pemberani, sebuah watak yang
sungguh mengagumkan. Sekarang Kadiroen menjadi semakin cinta kepada Ardinah.
Wajah, hati dan semuanya, sungguh elok. Apakah itu bukan bidadari yang menjelma
menjadi manusia. Kadiroen sangat ingin menjadi suami seorang perempuan seperti
itu. Ia sangat mencintai dan menghormati Ardinah. Apakah Ardinah juga
mencintainya. Hati Kadiroen menjadi berdebar-debar kalau memikirkan hal itu.
Tetapi Kadiroen berusaha menahan perasaannya. Ia menutupi segenap perasaan
hatinya dan memutar otaknya. Dan dengan sabar ia bertanya pada Ardinah:
"Siapakah
yang hendak kau tolong dan mengapa harus ditolong. Saya mau berusaha membantumu
menolong yang sedang menderita itu. Satu orang tidak bisa menolong, dua orang
menjadi kuat. Dan barangkali bisa menolong. Percayalah kepadaku."
"O,
Tuan, beribu-ribu terima kasih. Tuan seorang Asisten Wedono, memiliki
kekuasaan. Barangkali Tuan bisa menolong. Selain itu, hamba sudah tiga kali
bertemu dengan Tuan. Dan waktu pertama kali hamba bertemu, hamba sudah menaruh
kepercayaan besar pada Tuan. Tuan seorang kesatria, dan semenjak pertama kali
bertemu dengan Tuan hamba tidak bisa melupakan Tuan, tiap saat wajah Tuan
terbayang. Hamba menaruh kepercayaan yang besar pada Tuan. Oleh karena itu,
hamba akan bercerita panjang lebar kepada Tuan tentang hal-hal yang menyusahkan
orang yang ingin hamba tolong itu," jawab Ardinah.
Kadiroen
mendengar jelas perkataan Ardinah: "Semenjak hamba bertemu pertama kali,
hamba tidak bisa lupa pada Tuan. Tiap saat hamha terbayang wajah Tuan. Hamba
menaruh kepercayaan vang besar pada Tuan." Ha, apa itu bukan perkataan
vang menerangkan bahwa Ardinah dalam hatinya memiliki rasa cinta kcpada
Kadiroen. Kadiroen mengerti semua itu, meski Ardinah tidak terus terang
mengatakannya. Mendengar itu semua, hati Kadiroen menjadi sangat berbahagia. Ia
mencintai seorang yang elok segalanya. Dan orang itu juga membalasnya juga. O,
Kadiroen merasa begitu senang. Begitu nikmat kalbu hatinya. Ia merasa berada
dalam surga, sedang bertemu dengan bidadari. Kadiroen kemudian ikut duduk di
tepi jalan itu, di samping Ardinah, ia ingin mendengarkan cerita Ardinah.
Maka
Ardinah bercerita:
"Ayah
hamba seorang yang miskin. Sewaktu umur hamba 18 tahun, ibu hamba meninggal
dunia. Hamba hanya tinggal sendirian dengan ayah, sebab hamba tidak memiliki
saudara. Setelah ayah hamba sangat tua karena tidak memiliki sanak famili,
tetapi atas berkat Tuhan Allah, kami berdua bisa hidup di Desa Meloko. Meskipun
miskin ayah hamba sangat mencintai hamba karena hamba anak tunggal, yang
membantu semua urusan keluarga. Sudah sering hamba dilamar untuk dikawini
banyak pemuda, tetapi hamba selama ini belum suka. Sebab hamba merasa berat
meninggalkan ayah yang sudah tua. Sebaliknya ayah berkata, seandainya saya
berumah sendiri, tentu ia akan sangat berat mengurus hidupnya sendiri di rumah
hamba. Dengan tegas ia berkata tidak suka dihidupi oleh anak menantu. Inilah
yang menyebabkan hamba tidak mau menikah dan terus-menerus membantu kehidupan
ayah. Tiba-tiba satu tahun yang lalu, ayah hamba sakit keras. Lima hari hamba
merawat ayah supaya sembuh. Hamba tidak pergi dari rumah dan pekarangan, sebab
hamba ingin tetap menjaga ayah sampai sembuh. Meskipun seorang dukun di desa
sudah menolong memberikan obat-obatan dan makanan, tetapi semua ikhtiar hanya
sia-sia belaka. Adapun sakit ayah hamba sudah sangat mengkhawatirkan. Dan sudah
nasib hamba kalau ia meninggal dunia. Keluh kesahnya tidak ada lain, selain:
“O, anakku Ardinah, hamba tidak mau meninggal dunia sebelum hamba tahu betul
kamu memiliki seorang suami yang baik”. Setiap saat ia memuji dan berdoa kepada
Tuhan Allah, supaya datang seorang lelaki yang melamar hamba. Adapun hamba
sendiri, siang-malam tidak bisa tidur selain berdoa supaya ayah sembuh. Pada
hari yang kelima, hamba kedatangan seorang tamu lelaki yang tidak saya senangi.
Sebab hamba belum mengenalnya. Tetapi ia membikin ulah yang menakutkan hamba.
Ia datang kepada ayah hamba yang sedang sakit dan minta berbicara empat mata.
Sehingga hamba tidak tahu, apa yang mereka bicarakan pada saat itu. Satu jam
setelah itu, tamu lelaki itu pergi dan saya kembali menemui ayah. Ayah
kelihatan sangat bahagia seperti tidak sedang sakit layaknya. Ia berkata pada
hamba: “O, Ardinah, tamu yang barusan datang kemari itu adalah Kromo Nenggolo.
Lurah baru di desa ini. Baru hari kemarin ia ditetapkan menjadi lurah. Jadi ia
berpangkat besar di desa ini, selain itu, ia orang kaya. Ia bertamu ke sini
untuk menjelaskan bahwa ia sering melihatmu, meskipun kamu tidak pernah
memperhatikan dirinya. Dan sekarang ia sangat senang denganmu. Dan melamarmu.
Melihat keadaannya, dan karena saya sendiri sudah tua dan sangat ingin
menyaksikan kau menikah dengan selamat, maka tadi saya mengizinkan bahwa besok
pagi ia akan datang dengan penghulu untuk kawin denganmu. Ia kaya, selain itu,
ia juga bisa mendatangkan penghulu kemari."
Baru
sampai di situ cerita Ardinah, Kadiroen menjadi bingung. Hatinya berdebar-debar
keras. Ia merasa terpelanting masuk dalam jurang yang sangat dalam. Ia merasa
tidak hidup lagi. Dan dengan suara perih ia bertanya:
"Jadi,
Ardinah sekarang sudah kawin dan sudah punya suami?"
"Ya!"
Kata Ardinah. Pada saat jawaban itu keluar, Kadiroen menjadi pucat wajahnya. Ia
seperti tidak melihat apa-apa lagi. Semuanya menjadi gelap. Ia merasa tidak
bisa hidup lagi. Ia merasakan ada pukulan berat yang menyebabkan pecah hatinya.
Maka ia memegang dadanya sambil menjerit dalam hati "Aduh!" dan
badannya hampir jatuh ke tanah kalau Ardinah tidak cepat-cepat menahannva.
Kadiroen pingsan beberapa saat. Pada saat ia siuman, ia mendengar kata-kata
Ardinah:
“Tuan,
ampunilah hamba, hamba merasa berdosa besar dengan menceritakan hal ini pada
Tuan. Karena masalah ini Tuan pingsan beberapa saat. O, hamba tidak mengira.”
Kadiroen menjadi ingat lagi. Ia memaksa dirinya untuk menenteramkan hati dan
jiwanya yang sudah hancur. Ia ingat kepada Tuhan Allah. Ia menjadi sabar dan
bertanya kepada Ardinah:
"Bukan
salahmu, Ardinah. Hari ini saya memang agak kurang enak badan!"
Tapi
Ardinah seorang perempuan yang perasa. Meski Kadiroen tidak mengatakan yang
sebenarnya. Sebagaimana perasaan semua wanita, perasaan Ardinah juga sangat
peka. Waktu Kadiroen pingsan karena mendengar perkataannya bahwa ia sudah kawin
dan punya suami, maka segeralah Ardinah juga merasakan bahwa Kadiroen menaruh
perasaan cinta yang luar biasa kepadanya. Pada saat itu juga Ardinah merasakan
bahwa ia sangat mencintai Kadiroen. Selain itu, hati Ardinah juga merasakan
seperti sedang diremuk oleh sebuah kekuatan rahasia. Tetapi Ardinah bisa
menyabarkan dirinya. Sebab ia tidak mau mengatakan perasaannya pada Kadiroen.
Tiada berapa lama, Ardinah mendengar perkataan Kadiroen:
"Sudah
Ardinah, saya sudah sembuh. Saya ingin menolong orang yang kamu kasihi yang
sedang menderita itu. Teruskanlah ceritamu itu." Perkataan itu terdengar
begitu sabar dan sangat mengharap Ardinah meneruskan ceritanya. Terpaksa
Ardinah meneruskan ceritanya. "Tadi hamba sudah bilang, bahwa ayah hamba
sakit keras. Dan ia bermaksud mengawinkan hamba dengan Kromo Nenggolo.
Sebaliknya hamba tidak senang dan takut dengan Kromo Nenggolo. Apalagi ia
begitu tergesa-gesa mendatangkan penghulu. Meskipun ayah masih sakit, ia nekad
mau kawin. Tetapi hamba tidak berani melawan kata-kata ayah. Karena hamba
khawatir akan bikin susah dan membikin matinya ayah seketika. Selain itu, sudah
adatnya kita bumiputera, seorang gadis harus menurut kepada kemauan orang tua
jika ia menghendaki kita dikawinkan. Kita seorang gadis tidak punya hak bicara
dan mengeluarkan pendapat kita. Meskipun masalah perkawinan adalah urusan
terbesar bagi hidup manusia, untuk ketentuan kehidupan seterusnya. Sungguhlah
adat yang begini ini memang sudah nasib bagi gadis-gadis. Dan sering seorang
gadis menikah dengan terpaksa. Lalu mereka yang lembek hatinya mau menghibur
dirinya dengan berzina dengan lelaki lain. Memang, kehendak orangtua itu baik,
sebab ingin melihat anak gadisnya bahagia dengan memilihkan lelaki sebagai
suaminya. Tetapi kodrat Tuhan Allah tidak boleh dilawan dengan adat manusia.
Jadi hamba mesti kawin dan tidak berani melawan keputusan ayah. Karena hamba
khawatir menambah sakitnya. Apalagi melawan merupakan hal yang tidak patut,
karena menyimpang dari adat. Begitulah dengan izin ayah, maka esok paginya di
rumah, hamba akan kedatangan Kromo Nenggolo dan penghulu. Dan hamba selanjutnya
ditetapkan menjadi istri Kromo Nenggolo. Tetapi sesudah dikawinkan, maka
seketika itu juga sakit ayah bertambah keras. Dan lalu meninggal dunia dengan
kata-kata terakhirnya kepada hamba: “Sekarang hamba sudah siap mati, karena
kamu sudah kukawinkan dengan orang kaya dan berpangkat.””
Sampai
di sini Ardinah menangis karena ia ingat kepada ayahnya yang ia cintai.
"Sesudah
ia dikubur, maka hamba dibawa ke rumah lurah, suami hamba itu. Dan di situ saya
diberi tahu bahwa hamba dijadikan selir. Diselir, artinya dijadikan istri muda.
Kromo Nenggolo berdusta waktu ia berkata kepada ayah hamba. Istri tuanya ia
tipu. Ya, sekarang Kromo Nenggolo semakin tambah bejat hatinya. Itulah sebabnya
hamba tidak bisa mencintainya.”
"Istri
tuanya menjadi sakit hati melihat hamba. Ia merasa bahwa ia akan kehilangan
pangkat dan hak-haknya sebagai istri lurah.”
"Ia
merasa jiwanya menjadi amat sakit, karena ia sudah dibikin permainan oleh
suaminya. Ia teramat sedih, batinnya menderita. Inilah perempuan tua yang
sangat kasihan, Tuan. Dan hamba ingin sekali menolongnya. O, Tuan, apa sebabnya
agama Islam hamba memperkenankan lelaki kawin lebih dari satu. Sedang biasanya
ajaran agama sering dijadikan alasan oleh kaum lelaki yang hanya ingin
mempermainkan perempuan.”
"Itulah
sebabnya, hamba sebagai seorang perempuan, sering menderita batin. Hamba tahu,
seorang perempuan perangainya sangat lembut, seorang lelaki banyak alasannya,
bahwa di beberapa negeri, ada lebih banyak kaum perempuan daripada lelakinya.
Hal ini yang menyebabkan mengapa ajaran agama kita memperkenalkan lelaki boleh
kawin lebih dengan satu perempuan. Tetapi hamba tidak mengerti, mengapa seorang
lelaki berani mengambil hak-hak itu tanpa meminta izin sang istri tua, tanpa
menghormati dan turut merasakan bagaimana pedihnya dimadu. Demikian pula,
perempuan mudanya, sebelum dinikahi seharusnya ditanyai bagaimana pendapatnya,
mau apa tidak ia hidup rukun dengan istri tua. Dan si lelaki seharusnya bisa
membagi perasaan cintanya kepada semua istrinya. Tetapi biasanya, tidak ada
perdamaian semacam ini yang terjadi dengan tulus hati satu dengan yang lainnya
secara terus-menerus. Selain itu, perempuan biasanya tidak ditanya pendapatnya
lebih dahulu dan hanya dianggap sebagai benda yang tidak bernyawa saja. Kita
perempuan memang lemah, lelaki kuat dan kuasa, mereka bisa berbuat
sewenang-wenang kepada kita. Itulah yang sering terjadi di Hindia sini. Selama
para lelaki belum bisa berbuat baik dan adil, maka lebih baik kalau agama kita
melarang perkawinan lebih dari satu perempuan. O, Tuan Kadiroen, hamba merasa
sendiri hidup dalam neraka dari kesewenang-wenangan lelaki, yang mengaku
beragama tetapi tidak menjalankan ajaran agamanya tersebut. Meski begitu, saya
tidak akan menggugat aturan agama kita. Atau tidak menggugat juga pada yang
membikin aturan itu. Sebab, mestinya maksudnya baik. Tetapi hamba mencela semua
laki-laki yang busuk seperti Kromo Nenggolo suami hamba. Lelaki seperti itu,
wajib dikucilkan dari pergaulan orang banyak. Sekarang hamba sudah telanjur
menikah dengan Ielaki yang tidak hamba cintai. Istri tuanya dalam kesusahan
yang amat sangat dan mesti saya tolong. Oleh karena itu, hamba lalu minta cerai
dari Kromo Nenggolo. Bukan karena hamba mementingkan diri sendiri karena susah.
Tetapi hamba ingin menolong istri tuanya. Tetapi Kromo Nenggolo tidak mau
menceraikan hamba. Ia memenuhi semua kewajibannya kepada hamba. Tetapi hamba
tidak suka kepada dia. Sampai sekarang hamba menolak berhubungan dengan dia.
Tetapi dia tetap tidak mau menceraikan hamba. Keadaannya sekarang, saya secara
lahir diikat oleh seorang lelaki yang tidak saya sukai. Yaitu orang yang selalu
membikin sakit hati kaum perempuan. Demikian pula, saya tidak bisa menolong
istri tuanya. Itulah yang menyebabkan susahnya pikiran hamba. O, Tuan Kadiroen,
berilah pertolongan untuk perkara ini."
Sampai
di sini Ardinah menceritakan riwayatnya. Kadiroen mendengarkan betul dan
berikhtiar bagaimana bisa membantu menolong Ardinah. Tetapi waktu itu
sepertinya otaknya tidak bekerja. Hanya hati dan jiwanya terus-menerus gelisah.
Oleh karena itu, ia berkata pada Ardinah: "Mbakyu, saya mengucapkan banyak
terima kasih. Karena kamu mempercayai saya dan sudah menceritakan hal ini. Kau
dengan gagah berani, melupakan kepentinganmu sendiri, dan berusaha untuk
menolong orang lain. Kau telah memberikan contoh yang baik kepada saya. Selain
itu, saya akan melupakan kepentinganku sendiri, kalau ada orang lain yang mesti
ditolong. Pasal membantu kamu untuk menolong bini tua dari lurah tersebut,
sesungguhnya amat sukar urusannya. Saya sekarang belum dapat berusaha. Oleh karena
itu, saya minta waktu. Lain hari hal ini akan saya bereskan. Hanya satu hal
lagi yang ingin saya ketahui, Ardinah istri muda seorang lurah, mengapa pergi
ke pasar sendirian saban hari?"
"Tadi
sudah hamba terangkan bahwa hamba tidak suka dengan lelaki yang secara agama
telah sah menjadi suami hamba, tetapi pada praktiknya lain. Di mata orang
banyak, hamba memiliki suami, tetapi yang sebenarnya bukan suami hamba. Hal
yang demikian ini membikin marah dan bencinya Kromo Nenggolo kepada hamba. Dan
oleh karena itu ia menyiksa hamba. Jam empat pagi hamba harus sudah bangun,
pergi ke pasar yang begitu jauh. Dan kalau sampai di rumah, terus-menerus
sampai malam, hamba harus bekerja. Selain itu, ia seringkali memukuli tubuh
hamba juga. Ia sanggup meringankan nasib saya kalau hamba mau melayani
keinginannya. Tetapi hamba tetap tidak mau, sebab supaya jangan menambah sakit
hati istri tuanya. Itulah sebabnya mengapa sampai sekarang hamba disiksa
terus-menerus. Tetapi hal itu tidak hamba pikirkan. Dan siang-malam hamba hanya
memohon kepada Tuhan Allah, supaya diberi kekuatan memikul semua siksaan ini
dengan hati sabar. Hamba memegang teguh nasihat ibu hamba, “Siapa yang berbuat
baik, tentu akan dibalas kebaikan oleh Tuhan Allah. Dan oleh karena itu, dalam
kesengsaraan tetaplah percaya kepada Tuhan Allah yang akan memberi kekuatan
sampai saatnya anugerah itu datang.” lnilah pepatah yang selalu hamba ingat
Tuan dan yang membikin saya tetap sabar serta sanggup memikul kesengsaraan ini
dengan tidak sampai berputus asa."
Kadiroen
mendengarkan semua pembicaraan Ardinah, dalam batinnya ia menghormati pendirian
perempun yang herhati mulia itu. Mulia karena memang baik. Kadiroen merasa
sepertinya ia mendapatkan pelajaran dari pepatah yang sudah diterangkan Ardinah
tadi. Kadiroen sangat bahagia mendapat pelajaran mencari kekuatan Allah dalam
kesengsaraan tadi. Dan pikirannya yang kebingungan memikirkan cinta menjadi
bersabar. Lantas Kadiroen permisi pulang. Sungguh Kadiroen sudah bertemu dengan
seorang perempuan yang cocok dengan jiwa, watak dan pikirannya. Karena terdapat
tiga kesamaan dalam tiga masalah itu, maka tidaklah heran jika Kadiroen menaruh
cinta yang amat besar kepada Ardinah. Seorang lelaki hanya akan betul-betul
mencintai seorang perempuan jika watak, jiwa dan pikiran si perempuan memiliki
kecocokan dengan si lelaki. Begitu pula sebaliknya seorang perempuan terhadap
seorang lelaki. Cinta sejati adalah jika ia melihat dirinya sendiri dalam diri
orang lain. Itulah percintaan sejati yang amat indah sinarnya.
Hari
itu Kadiroen tidak jadi pergi ke Desa Meloko. Meski ia sangat suka, tetapi
pikirannya sedang melawan semua pekerjaannya karena ia sangat tertarik oleh
debaran jiwanya. Oleh karena itu ia lalu pulang. Dan karena ia merasa begitu
tergoda, begitu sakit jiwanya, maka ia minta cuti 14 hari untuk menerangkan
semua persoalannya kepada ayah dan ibu di rumah. Hari itu, pada tengah malam,
ia mengerti ada tiga perkara yang mesti ia bereskan. Yaitu jiwanya sendiri,
pertolongan untuk istri tua Lurah Meloko, serta kepada rakyat di desa itu.
Untuk
pasal yang pertama, ia sudah dapat menyelesaikan dengan baik. Yaitu ia akan
cuti menghibur hati di rumah orang tuanya. Dan untuk pasal yang kedua, ia sudah
menemukan jalannya. Yaitu ia akan menyerahkan hal itu pada Asisten Wedono yang
akan mewakilinya dalam 14 hari cuti itu. Hal itu tidak akan menyusahkan yang
mewakilinya. Sebab Kadiroen sudah tahu duduk perkaranya. Dan hanya tinggal
mengumpuIkan bukti-bukti saja. Untuk mengumpulkan bukti-bukti, wakilnya pasti
tidak akan keberatan.
Begitulah,
Kadiroen akan menyelesaikan dua perkara itu, sebab ia sudah tidak kuat lagi.
Hanya perkara menolong istri tua Lurah Meloko, itulah yang masih belum bisa
diselesaikan dalam pikiran Kadiroen. Beberapa ide telah membayang dalam pikiran
Kadiroen untuk mengikhtiarkan perkara itu. Tetapi hanya satu cara yang dapat
menyelesaikan masalah itu, "Ardinah harus cerai dengan Kromo
Nenggolo". Tetapi bagaimana hal itu meski dijalankan. Itulah yang selalu
dipikirkan otak Kadiroen. Ia berpikir, seumpama Ardinah sudah diceraikan oleh
Kromo Nenggolo, istri tuanya pasti akan tertolong. Tetapi bagaimana hidup
Ardinah selanjutnya, seorang perempuan muda yang tidak punya sanak famili?
Jadi
dalam hal ini, Kadiroen harus mau memikul kehidupan Ardinah. Dan bisa
memikulnya, sebab tentunya ia akan kawin dengan Ardinah. Kadiroen akan kawin
dengan dia. Ia tahu, dari pertemuan tadi pagi, bahwa Ardinah mencintai dirinya.
Sebaliknya jika Kadiroen ikut campur tangan masalah cerai itu, lalu ia kawin
dengan Ardinah, bagaimana nantinya dalam pandangan umum? Tentunya ia akan
kelihatan busuk sekali, sebab ia memaksa seorang lurah - seorang pegawai di
bawah kekuasaannya - untuk bercerai dengan istrinya, buat dikawin sendiri oleh
Kadiroen. Kadiroen yakin, cara ini akan kelihatan busuk sekali. Sebab jika hal
itu sampai kejadian, namanya akan menjadi sangat tercemar. Dan lalu ia tidak
begitu dipercaya oleh rakyat. Akhirnya ia tidak akan bisa membantu rakyat dalam
wilayah kekuasaannya itu. Selain dari itu, dengan mengambil jalan yang demikian
itu, ia akan memberi contoh yang buruk kepada semua orang. Pendek kata, bahwa
jalan yang demikian sangat buruk sekali. Betul juga, Kadiroen sudah mengerti,
pada zaman kuno banyak atasan yang memaksa bawahannya untuk memberikan istrinya
pada atasannya. Mereka memaksa dengan ancaman, membenci, melepas pekerjaan atau
pangkat seorang pegawai yang ada di bawah perintah kekuasaannya. Karena seorang
pegawai biasanya amat takut kehilangan jabatannya. Ia malu. Jadi mereka menurut
saja semua apa yang diperintahkan atasannya. Tetapi Kadiroen tidak suka berbuat
begitu hina, memaksa bawahannya untuk urusan demikian. Ia lebih baik bunuh diri
daripada harus berbuat yang demikian hina. Pendek kata, Kadiroen tidak bisa
ikut campur tangan dalam urusan cerai ini. Bisa juga dilaksanakan, tetapi
sesudah Ardinah diceraikan, maka selanjutnya Kadiroen akan menghindari Ardinah.
Padahal ia sangat khawatir akan hidup dan masa depan perempuan itu. Bahwa
Ardinah akan hidup lebih sengsara dari pada sekarang. Meskipun kira-kira
Ardinah akan sanggup memikul beban tambahan kesengsaraan itu. Tetapi Kadiroen
sendiri yang tidak akan kuat melihatnya jika hal itu sampai terjadi. Ya,
bagaimanapun Kadiroen memikir-mikir, selalu saja ia tidak mendapatkan jalan
yang baik untuk menolong istri tua yang disakiti jiwanya oleh Kromo Nenggolo.
Semalaman Kadiroen tidak bisa tidur. Dan pagi-pagi ia sudah pergi ke Desa
Meloko, ingin bertemu di jalan dengan Ardinah. Dan setelah bertemu maka
Kadiroen meminta maaf kepada Ardinah karena sampai sekarang ia belum bisa membantu
dengan semestinya apa yang dimaksud Ardinah. Lalu Kadiroen menjelaskan bahwa ia
sudah minta cuti selama 14 hari untuk pulang ke rumah orangtuanya. Selain itu,
ia meminta izin Ardinah, apakah ia boleh meminta nasihat ibu dan bapaknya
mengenai kesulitan ini.
"Hamba
mengucapkan beribu terima kasih atas kehendak Tuan yang mulia itu. Sesungguhnya
Tuan adalah seorang kesatria. Tetapi tadi malam hamba sudah menemukan cara, dan
akan berusaha sendiri, yang akan hamba lakukan dalam dua minggu jika Tuan cuti.
Tuan pun tak usah turut campur tangan lagi. Sebab hamba tidak ingin Tuan ikut
susah dalam masalah ini. Selain dari itu, Tuan jangan bilang pada ayah dan ibu
Tuan, ya Tuan hamba," jawab Ardinah.
Pesan
yang terakhir itu dikeluarkan dengan perkataan yang sangat terang dan dengan
cara yang begitu menarik hati. Sehingga Kadiroen tidak bisa bilang apa-apa,
selain "Saya menuruti kemauan Ardinah!"
Dengan
begitu maka Ardinah melepaskan Kadiroen dari kewajibannya yang amat sukar, yang
meringankan apa yang mesti dipikul Kadiroen.
Beberapa
hari tidak lama sesudah kejadian ini berlangsung, maka Kadiroen mendapat
telegram dari pembesar atasannya yang sebagian berbunyi; "cuti diizinkan.
Habis verlof supaya terus menjabat dengan pangkat Wedono di Distrik
Rejo...."
Sesungguhnya
kabar itu membikin gembira Kadiroen. Batinnya mengucapkan terima kasih
sedalam-dalamnya kepada Tuhan Allah. Kenaikan pangkat itu bagi Kadiroen dapat
menjadi sedikit obat bagi jiwanya yang sakit dan terguncang keras.
Syahid Dihantam Palu Arit: Terorisme ala PKI
BalasHapusby JEJAKISLAM1 on Oct 1, 2014
Oleh: Andi Ryansyah, Pegiat Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)
Lembaran sejarah Indonesia tergores pengalaman yang amat mengerikan dengan komunisme melalui Partai Komunis Indonesia (PKI). Aksi keji PKI menciptakan genangan darah umat Islam di Indonesia. Sabtu Pon, 18 September 1948, pukul 03.00 dini hari, tiga letusan pistol ditandai sebagai isyarat dimulainya pemberontakan bersenjata PKI yang dikenal dengan Madiun Affair.[1] Inilah kudeta secara terang-terangan terhadap Indonesia yang baru berusia tiga tahun merdeka dan baru juga menderita gara-gara serangan militer Belanda di tahun sebelumnya. Betapa lemahnya Indonesia kala itu.
“Kejadian itu terasa begitu mengerikan … beribu-ribu manusia dengan kelawang dan berbagai senjata memekik-mekik bagai serigala haus darah … mereka berduyun-duyun tak ada habisnya sambil terus memekik dan memaki-maki … kemudian menerjang dengan beringas dan penuh kebencian …”
Itulah gambaran yang rata-rata muncul dari kesaksian orang-orang yang mengalami detik-detik peristiwa 18 September 1948 tatkala kudeta PKI diproklamasikan di Madiun.[2] Ketika itu beribu-ribu manusia dengan membawa senapan, kelewang, arit, pentungan, dan senjata lainnya seperti air bah. Tanpa babibu lagi, mereka bergerak cepat dan tak terduga dari berbagai arah ke segala arah menerjang segala apa yang mereka jumpai.
Musuh utama PKI adalah umat Islam khususnya para kiai dan santri. Hal ini sangat dimengerti sebab Islam adalah agama mayoritas penduduk Indonesia yang sangat menentang PKI. Selain itu, para kiai merasa berkewajiban menjaga dan membela agamanya.
Setelah itu, perlawanan pun terjadi. Bantuan dari luar berdatangan. Umat Islam yang menjadi sasaran PKI tentu tidak tinggal diam dan tunduk ketika agamanya diberangus. Organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) yang berdiri pada tahun 1947 di Yogyakarta, telah membentuk Brigade yang aktif dalam revolusi. Surjosugito, siswa Madrasah Menengah Tinggi Djamsaren , Solo, sebagai komanden Brigade PII syahid bersama delapan orang anggotanya yang berasal dari berbagai sekolah dan pesantren, dalam pertempuran melawan pemberontak PKI di Madiun.[3]
Magetan sebagai kawasan paling dekat dengan ibu kota Keresidenan Madiun, dalam tempo beberapa hari telah jatuh ke tangan PKI. Pembersihan dilakukan dimana-mana untuk mendongkel yang bukan merah dan diganti dengan yang merah. Maka sejarah pun mencatat praktik-praktik mengerikan yang dilangsungkan oleh PKI, tak kalah biadabnya dari aksi Khmer Merah di Kamboja. Apa yang mereka lakukan itu adalah bagian dari teror mereka untuk meruntuhkan moral lawan-lawan mereka.