"Opas,
Asisten Wedono ada?"
"Ada
Kanjeng Tuan!"
"Saya
mau bicara dengannya."
"Saya
Kanjeng, hamba akan segera mengatakannya!"
Begitulah
tanya jawab antara Tuan Zoetsuiker, administratur pabrik gula Semongan, pagi
tanggal 6 Februari 19…, di muka pendopo rumah Tuan Asisten Wedono dari
Onderdistrik Semongan juga.
Yang
disebut sebagai Opas di sini adalah seorang tua yang bernama Pigi. Ia sudah 33
tahun bekerja menjadi Opas Asisten Wedono Semongan juga. la sudah biasa
mendapat pelajaran bagaimana menghormati semua tamu-tamu Belanda. Apalagi jika
tamunya itu adalah seorang Tuan Administratur. Tamu orang besar seperti itu
pasti akan dia sebut kanjeng. Demikian pula apa yang diperintahkan oleh para
tamu-tamu besar semacam itu pasti segera dilaksanakan dengan secepat-cepatnya.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika jika Opas Pigi segera berlari seperti
dikejar harimau, menghadap Tuan Asisten Wedono yang sedang makan pagi di ruang
makan rumah belakang. Ketika Tuan Asisten Wedono mengetahui ada tamu Tuan
Administratur, ia segera berhenti makan. Ia mengambil baju jas dan dengan
tergopoh-gopoh seperti orang yang hendak naik kereta api yang siap berangkat,
berlari ke pendopo untuk menemui tamu besar Tuan Administratur tersebut.
"Tabik,
Asisten! Saya kasih tahu sama Asisten, tadi malam ada pencuri ambil satu ayam
yang nyonya beli di Surabaya. Harganya dulu f.2,50. Jadi seekor ayam bagus itu.
Saya mau supaya Asisten cari pencuri dan ayamnya. Besok lusa saya ingin tahu
kabarnya.”
“Saya
Kanjeng, sebentar lagi saya akan datang ke rumah Kanjeng untuk mengurusnya
sendiri.”
"Baik,
Asisten. Jadi Asisten mau pigi..."
"Kanjeng...!"
Terdengar suara keras Opas Pigi dari luar. Ia segera berlari dan duduk bersila
seperti katak menghadap Tuan Administratur. Tuan administratur menjadi sangat
terkejut dan marah besar, karena ia tidak merasa memanggil opas. Tetapi kini
datang seorang opas. Ia mengangkat kakinya, dan sambil sepatunya terarah ke
muka opas ia berteriak:
“Pigi!”
“Hamba
Kanjeng!”
Opas
Pigi tetap duduk sambil menyembah-nyembah mendapat usiran Tuan Administratur.
Sudah barang tentu, Tuan Administratur bertambah marah dan berkata pada tuan
Asisten Wedono
“Asisten,
ini opas gila. Apa sebab tidak lekas dipecat?”
Pada
saat itu Tuan Asisten baru menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi. Dalam hal
ini terdapat salah pengertian karena opas itu namanya Opas Pigi. Jadi, sewaktu
Tuan Administratur berkata “pigi”, maka Opas Pigi mengira ia dipanggil.
Tuan
Administratur mengerti hal itu ia tertawa terbahak-bahak dan Tuan Asisten
Wedono pun berani ikut tertawa. Sedang Opas Pigi keluar dengan wajah menanggung
malu.
Baru
saja Tuan Administratur pulang, datang Lurah Desa Wonokoyo, membawa seorang
desa, yang dari pakaian yang dikenakannya kelihatan amat miskin. Adapun nama
orang desa itu adalah Soeket. Ia diantar oleh lurahnya menghadap Tuan Asisten
Wedono untuk mengadukan bahwa baru saja ia kecurian. Untuk orang desa macam
Soeket, tentu berbeda aturannya dengan Tuan Administratur pabrik gula meskipun
keduanya sama-sama melaporkan sedang kecurian. Seorang Administratur pabrik
gula, berpangkat besar, kaya dan semua orang mengenal dan mempercayainya. Lain
halnya dengan Soeket, ia orang kecil, tak dikenal orang banyak, apalagi oleh
Asisten Wedono yang kekuasaannya hampir meliputi 10.000 orang kecil. Itulah
sebabnya Tuan Administratur bisa datang sewaktu-waktu dan melaporkan perkaranya
begitu saja, tidak usah memakai saksi seorang lurah pada Asisten Wedono. Tetapi
bagi orang seperti Soeket, untuk melaporkan perkaranya, ia harus disertai
lurahnva sebagai saksi bahwa apa yang menimpanya memang-benar-benar terjadi.
Untuk
orang besar, semua urusan menjadi gampang. Tetapi untuk orang kecil, susahnya
bukan main.
Tuan
Asisten Wedono yang baru saja bertemu dengan Tuan Administratur bertanya pada
Lurah, apa sesungguhnya keperluannya.
“O,
Tuanku, ini orang dari desa saya. Ia seorang petani yang hanya memiliki seekor
kerbau. Tetapi tiba-tiba kerbau itu tadi malam dicuri orang!”
“O,
jadi kecurian! Baik, silahkan kalian menunggu dahulu sebab saya akan sarapan
lebih dahulu. Selesai makan pagi saya akan segera pergi ke rumah Tuan
Zoetsuiker yang juga sedang kecurian. Nanti siang, kalau saya sudah pulang, kau
boleh melaporkan lagi. Sudah!”
Begitulah
jawaban Tuan Asisten Wedono. la sangat tergopoh-gopoh dan sangat cepat ketika
mengurus perkara Tuan Administratur, tetapi ia memandang kecil masalah Soeket.
Bahkan ia disuruh menunggu terlebih dahulu. Perbuatan semacam ini memang tidak
mengherankan sebab seorang Administratur kelas sosialnya sama dengan pembesar
seperti asisten Wedono. Juga dengan pembesar-pembesar lain seperti Asisten
Residen, Kontrolir, Regen, Patih dan sebagainya. Orang-orang besar semacam itu
sangat mudah berhubungan dengan tuan-tuan besar di atas dan mudah saja
mengadukan perbuatan-perbuatan amtenar-amtenar seperti Asisten Wedono kepada
para pembesar-pembesar di atasan. Sebaliknya, seorang desa seperti Soeket,
sangat susah untuk mengadukan kesalahan para pembesar. Sedangkan untuk bertemu
dengan Asisten Wedono saja ia harus melapor bersama lurah lebih dahulu. Apalagi
ketemu dengan Tuan Regen atau Tuan Kontrolir guna melaporkan kesalahan pejabat
macam Asisten Wedono.
Aturan
di desa memang sangat menyulitkan orang-orang kecil untuk bertemu dengan
pembesar-pembesar negeri. Sehingga hampir-hampir orang desa sama sekali tidak
bisa dan tidak suka mengadukan keberatan-keberatannya kepada kepala negeri.
Itulah sebabnya mengapa seorang pejabat macam Asisten Wedono tersebut sangat
cepat jika mengurus perkara yang menimpa tuan-tuan besar. Tetapi menomorduakan
pengaduan orang desa atau orang kecil.
Tidak
lama berselang, kita telah melihat antara Tuan Asisten Wedono, Nyonya
Administratur dan seorang mantra polisi muda, berada di muka kombong di kebun belakang rumah Tuan Administratur
Zoetsuiker.
Nyonya
Administratur menjelaskan bahwa ia amat senang memelihara ayam yang
bagus-bagus. Ia punya ayam sepuluh ekor. Tetapi pagi ini tinggal sembilan ekor.
Jadi jelas, yang seekor pasti hilang dicuri maling. Karena nyonya tahu betul
bahwa kemarin sore ayam itu masih genap sepuluh ekor di kandang. Tetapi pagi
ini, ketika ia hendak melihat ayamnya, kandang ayam itu sudah terbuka. Pintunya
rusak seperti dibongkar pencuri. Ketika Nyonya Administratur memperhatikan
lebih lanjut, ia tahu bahwa ayam yang dibelinya dari Surabaya seharga f.2,50
yang berbulu biru, sudah tak ada sama sekali. Jadi ayam yang langka dan sangat
bagus itu telah hilang. Ia tanya pada koki, babu, jongos, tukang kebun dan
tukang kuda serta semua pegawai di rumah itu, semua tidak tahu. Melihat
pintunya yang sedikit rusak – meski pintu kandang ayam itu memang sudah tua dan
amat gampang dirusak – yang mestinya masih tertutup tapi kali ini sudah
terbuka, maka ia berpikir pasti ayam itu dicuri orang. Apalagi Nyonya sering
mendapat laporan dari babu-babu dan koki bahwa tetangga kanan-kiri
Administratur juga sudah sering kecurian ayam.
Tuan
Asisten Wedono memperhatikan betul cerita Kanjeng Nyonya dan ia percaya begitu
saja. Ia melihat-lihat pintu kandang yang rusak. Ia membikin beberapa catatan
semua hal yang ia ketahui dan ia dengarkan. Selain itu, ia berjanji kepada
Kanjeng Nyonya bahwa Asisten Wedono sendiri yang siap mengurus dan
menyelesaikan perkara ini.
Tetapi
Mantri Polisi muda berpikiran lain. Ia menduga ayam itu pasti dicuri dan
dimakan oleh seekor garangan sebab pintu kandang ayam itu memang
mudah dirusak. Selain itu, di pintu terdapat goresan-goresan seperti bekas
cakaran kuku seekor garangan. Mantri Polisi tidak yakin bahwa yang mencuri ayam
itu adalah manusia. Karena jika yang mencuri manusia, pasti dia tidak hanya
mengambil seekor saja. Tetapi ia pasti akan mencuri sekuat ia mengangkat.
Selain itu, memang sangat mustahil ada pencuri yang berani masuk ke kebun Tuan
Zoetsuiker karena tuan besar mempunyai pegawai banyak sedang di muka rumah ada
penjaganya. Begitupun, Tuan Zoetsuiker terkenal mempunyai senjata api yang
selamanya jelas akan membikin takut pencuri. Mengingat lagi keterangan dari
tetangga-tetangga kanan-kiri Kampung Nyonya sering kecurian ayam. Maka ia
menduga, pasti sekitar perumahan ini terdapat sarang garangan. Tuan Mantri
Polisi muda menjelaskan praduga-praduganya ini pada Nyonya Administratur dan
Tuan Asisten Wedono. Tetapi Nyonya menjawab:
“Neen
Mantri! Mesti ada pencuri sebab Nyonya Kontrolir, saya punya sahabat, dulu juga
pernah kecurian ayamnya dan pencurinya juga tertangkap. Tuan Asisten Wedono,
dengar kata Nyonya Kontrolir saya punya sahabat, saya menjadi khawatir,
jangan-jangan ini perkara nanti diurus oleh Tuan Kontrolir dan tentu akan
gampang marah pada Tuan Asisten Wedono jika perkara ini tidak selesai.”
Itulah
sebabnya Asisten Wedono sekali lagi berjanji akan mengurus perkara ini sampai
selesai. Ia juga menjelaskan bahwa Mantri Polisi ini baru saja lulus sekolah.
Jadi apa yang menjadi praduganya memang gampang keliru. Setelah berkata begitu
ia permisi pulang untuk memikirkan masalah ini serta bagaimana cara menangkap
pencurinya. Mantri Polisi diajak pulang. Tetapi Mantri Polisi merasa tidak
enak, sebab ia tetap yakin pada dugaannya. Ia berjanji pada dirinya sendiri,
akan mencari bukti-bukti dan mengurus masalah ini sampai selesai.
Siapa
sesungguhnya Mantri Polisi itu? Ia masih muda sekali, baru berumur 20 tahun.
Dan baru saja keluar dari Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren
(O.S.V.I.A) di Probolinggo. Ia baru saja bekerja sebagai Schrijver Controleur selama tiga bulan. Namun sudah
dipandang pantas untuk menjadi mantri polisi. Pada waktu pencurian ini terjadi,
ia baru tiga hari ditugaskan jadi mantri polisi di Onderdistrik Semongan. Ia
adalah pemuda yang amat bijaksana, meski ayahnya hanya seorang lurah. Dengan
pertolongan Tuan Kontrolir yang membawahi lurah tersebut, maka anaknya bisa
masuk sekolah O.S.V.I.A di Probolinggo. Tuan Kontrolir tersebut sudah mengambil
si anak lurah tersebut sebagai anak emas sebab Tuan Kontrolir tahu bahwa anak
itu memang cerdas dan bijaksana. Hal serupa ini memang amat jarang terjadi di
tanah Jawa. Dari sekitar 10.000 orang, hanya ada satu. Kita harus tahu bahwa
pada masa itu, sekolahan memang amat sedikit jumlahnya. Dan itu khusus untuk
anak para priyayi. Sedang anak-anak orang kecil, sampai anak lurah sekalipun,
hampir tidak mungkin dapat belajar sampai sempurna. Hanya karena watak,
kepribadian dan keberanian lurah tersebut, ia berani mendekati Tuan Kontrolir
dengan yakin walau tidak melupakan sopan santun yang berlaku. Maka Tuan
Kontrolir
menjadi
senang pada lurah itu. Apalagi, lurah itu memang terkenal sebagai yang
terbijaksana di antara lurah-lurah yang lain. Karena hubungan itulah maka anak
lurah itu bisa diambil sebagai anak emas Tuan Kontrolir. Anak emas itu bernama
Kadiroen. Di sekolah ternyata ia terpandai, suka belajar, rajin menuntut ilmu.
Dan wataknya teguh kuat serta pemberani. Ia tidak akan berhenti berikhtiar
selama apa yang diinginkan tercapai. Ia berjiwa merdeka dan pemberani sehingga
tidak mudah bagi pemuda sebayanya untuk mengalahkannya dalam segala hal
termasuk dalam kecerdasan, beradu kekuatan fisik dan lain-lain. Oleh sebab itu,
di sekolah ia dianggap sebagai bintang kelas. Ia dicintai oleh guru-gurunya dan
dihormati oleh sesama murid.
Kadiroen
memiliki perawakan yang sedang, tidak besar tidak juga kecil, tetapi di dalam
tubuhnya tampak tersimpan kekuatan yang besar. Wajahnya ganteng. Kulitnya hitam
bersemu merah halus. Matanya terbuka lebar, serta bersinar tajam jika
memandang. Hal itu menandakan bahwa pemiliknya mempunyai kepribadian yang kuat,
berwatak kesatria dan tidak suka berbuat dosa. Selain itu, ia pemberani, setia
dan mudah dipercaya. Ia hormat dan tidak suka menghina pada sesama, tidak suka menyakiti
hati nurani lain. Sehingga semua orang senang melihatnya.
Kadiroen
memang ditakdirkan Tuhan memiliki kebaikan dalam segala hal, melebihi dari yang
lain-lain sesamanya. Dan ia memang sangat suka berbuat kebaikan. Meski ayahnya
hanya orang kecil atau orang biasa, tetapi ibunya masih memiliki gelar Raden
Ayu. Karena ibunya tahu betul watak, kecerdasan dan kepribadian ayah Kadiroen,
ia merasa senang meski hanya kawin dengan seorang lurah. Apalagi ia memang
sudah tidak punya sanak famili lagi. Dan tampaknya semua sifat dan tabiat dari
kedua orangtuanya itu, telah melekat, menurun pada diri Kadiroen. Karena ia
memang sangat suka berbuat kebaikan, maka ia melebihi sesama pemuda sebayanya.
Berkebalikan
dengan watak mantri Polisi Kadiroen, yakni atasannya atau Asisten Wedono
Semongan; Ia adalah anak seorang regen yang bergelar Raden Panji Tumenggung.
Dan anak yang jadi Asisten Wedono itu bergelar Raden Panji juga. Ia sudah
berumur 35 tahun. Meski sudah bekerja selama 12 tahun di Binnenlandsch-Bestuur, tetapi masih
saja berpangkat asisten Wedono. Sejak ia disekolah, ia tergolong amat bodoh dan
kocak. Tabiatnya sangat berani luar biasa, kalau menghadapi orang kecil dan
yang ada dibawahnya. Jadi wajar jika ia suka berbuat sewenang-wenang. Tetapi
jika ia menghadapi para pembesar yang ada di atasnya, atau lebih kuat dibanding
dirinya, dia menjadi amat penakut dan sangat bersikap hormat. Bahkan saking
hormatnya, martabat dirinya sendiri sering direndahkan seperti seekor anjing.
Wajar jika ia punya watak penjilat. Memang sudah lumrah jika watak penjilat
biasanya disertai dengan watak sewenang-wenang. Meski tamatan O.S.V.I.A. di
Probolinggo, tetapi di sana ia hanya memamerkan kebodohannya, amat tidak suka
belajar, tidak disenangi guru dan sesama murid yang lain. Hanya karena ia anak
seorang regen karena ayahnya yang berpangkat tinggilah, menggunakan
pengaruhnya, ia bisa menjadi asisten wedono tersebut, ia diangkat menjadi
asisten tersebut, ia bergelar Raden Panji Kuntjoro Noto-Prodjo-Ningrat, sebuah
gelar yang amat panjang dan mentereng.
Begitulah
dua orang yang satu dengan yang lainnya saling bertolak belakang, seperti siang
dan malam, meski mereka sama-sama bekerja dalam satu instansi. Yang baik hanya
menjadi mantri polisi yang diperintah, sedang yang busuk justru menjadi asisten
wedono yang memerintah.
Setelah
jam satu siang, Tuan Asisten Wedono pulang, Selama itu juga Soeket masih tetap
menunggu. Ia sudah ditinggal pulang oleh lurahnya. Lurah itu berjanji sanggup
menjadi saksi nanti sore apabila Soeket hendak melaporkan perkaranya pada
asisten Wedono. Setelah Tuan Asisten Wedono pulang, Soeket langsung saja datang
menghadap. Tetapi kata Tuan Asisten Wedono:
“Tunggu
saya makan dahulu.”
Selesai
makan, ia memanggil Soeket yang segera menjelaskan perkaranya.
“O, Ndoro, hamba orang miskin. Hamba
hanya memiliki seekor kerbau, sebagai tumpuan mencari sesuap nasi. Tetapi
tiba-tiba, tadi malam kerbau itu dicuri orang!”
"Kamu
amat teledor! Kemana kamu semalaman pergi? Tidur nyenyak itu saja yang kau
bisa. Bayangkan kerbau sebesar itu. Dicuri orang kau tidak tahu. Hai pemalas.
Sekarang kamu minta tolong sama aku. Apa memang kamu sudah tidak bisa menjaga
kerbaumu sendiri. Dasar pemalas!” kata Tuan Asisten Wedono sambil marah besar.
Soeket
menjadi amat takut. Dalam benaknya, ia sangat menyesal. Mengapa harus
mengadukan masalah ini. Coba kalau tahu bakal begitu. Tentunya ia
sebisa-bisanya akan mencari sendiri kerbau serta pencurinya Sekarang nasi telah
menjadi bubur. Lalu mau dikata apa. Ia memberanikan diri, menuturkan
kejadian yang sebenarnya.
“O, Ndoro, hamba mohon ampun. Tadi pagi
jam tiga, hamba berangkat ke kota untuk menjual kelapa. Dan baru pulang setelah
jam delapan. Anak hamba hanya seorang tapi tiba-tiba tadi malam sakit. Sedang
istri hamba juga turut sakit. Jadi sejak jam tiga pagi tadi, rumah hamba
kelihatan sangat sepi, itulah sebabnya sampai kecurian."
"Diam!"
Kata Tuan Asisten Wedono yang marah besar. "Kamu dasar bodoh, mengapa
semua sedang sakit nekat kau tinggal ke pasar?"
"Hamba
mohon ampun Ndoro. Karena hamba memang terpaksa harus pergi ke pasar menjual
kelapa untuk membeli beras jatah makan keluarga hari ini."
“Diam
kau, berani sekali kau melawan kata-kataku, anjing. Saya sudah bosan bicara
denganmu. Nanti sore kau boleh datang lagi. Dan cukup melaporkan perkaramu pada
Mantri Polisi. Ayo, cepat pergi”
Itulah
watak Tuan Asisten Wedono yang busuk ketika harus menerirna pengaduan rakyat
kecil. Asisten Wedono semacam itu namanya tidak mau tahu bahwa dia dibayar oleh
Gupermen untuk melayani keperluan orang kecil juga. Ia merasa dirinya seakan raja
di hadapan rakyat kecil agar si kecil terus-menerus takut kepadanya. Dengan
cara menindas semacam itu, ia berusaha agar rakyat kecil tidak gampang-gampang
mengadu perkara yang dihadapinya. Hal mana jika itu terjadi akan membikin
begitu banyak kerjaan dan urusan Asisten Wedono sehingga ia tentu tidak akan
bisa makan enak dan tidur nyenyak. Dengan menindas perasaan rakyat yang berani
menuntut hak-haknya, perintahnya gampang dituruti oleh rakyatnya. Sebaliknya,
rakyat menjadi amat ketakutan, dan kemerdekaannya menjadi hilang sama sekali
sehingga keinginan rakyat untuk memperbaiki nasibnya sendiri menjadi semakin
terlupakan. Akhirnya, rakyat menjadi penyabar dalam semua hal sehingga ia akan
miskin terus-menerus. Namun jika kemiskinan itu telah sampai pada batasnya maka
ada para "dukun" atau "kyai" yang memberikan ilmu
memperbaiki nasib, dan rakyat lain lari kepada para penolong-penolong semacam
itu, sehingga orang-orang semacam ini akhirnya mendapat kepercayaan yang besar
dari rakyat. Dan berkat kepercayaan itu, dalam diri mereka sering timbul niat
dan pikiran-pikiran yang keliru. Tanpa pikir panjang, mereka mengira bisa
menjadi seorang raja. Maka akibatnya, timbul berbagai gejolak dan kerusuhan di
desa-desa, yang akhirnya dapat menjadi alasan para serdadu untuk membunuh
jiwa-jiwarakyat kecil yang tak berdosa. Sungguh, para priyayi yang buas itu
memang tidak berusaha membantu pemerintah bagaimana meningkatkan taraf hidup
rakyat. Mereka malah selalu bikin ribut dan onar di desa-desa sehingga
ketertiban dan keamanan desa menjadi kacau. Untunglah jika kemudian ada
perkumpulan-perkumpulan atau gerakan-gerakan yang berusaha mengurangi dan
menghalangi kejadian-kejadian buruk serupa itu.
Jam
tiga sore Mantri Polisi Kadiroen menerima pengaduan Soeket dengan ramah tamah.
Selain itu, ia segera mengajak Soeket pulang untuk melihat sendiri tempat
kejadian perkara dimana pencurian kerbau itu terjadi. Mendengar segala
penuturan Soeket yang panjang lebar, Kadiroen menaruh belas kasihan yang
mendalam terhadap nasib yang menimpa Soeket. Dalam hatinya, ia berjanji akan
berusaha dengan sungguh-sungguh menolong Soeket mendapatkan kerbaunya kembali
serta menangkap pencurinya. Setibanya ia di rumah Soeket, ia mendengar rintih
tangis yang menyayat.
"O,
Bapak, mengapa kau pergi lama sekali. Aduh Pak, sakit, sakit Pak. Aduh Bu,
sakit...!"'
Juga
disusul rintih tangis yang lain.
"O,
Pak, aku tidak kuat kalau harus terus-menerus sakit begini. Minum..., saya
minta minum. Apa sebabnya kau pergi begitu lama!"
Begitulah
rintih tangis anak dan bini Soeket yang sedang sakit. Mengetahui semua itu,
hati Kadiroen serasa hancur. Ia memberi beberapa nasihat kepada Soeket. Ia juga
berusaha menolong dan menghibur kepada si sakit sebisa-bisanya. Dan dengan
senang hati ia berusaha secepatnya mengurus perkara Soeket. Pertama-tama, ia
melihat dimana lokasi rumah Soeket berdiri. Ia tahu, rumah itu berdiri di
perbatasan desa. Di belakang rumah terdapat areal persawahan yang luas. Sunyi.
Kiri kanan jauh dari tetangga. Wajar jika mudah dimasuki pencuri. Di muka rumah
yang berdinding bambu dan tertutup atap – sebuah rumah yang memang sudah tua –
berdiri kandang ternak kerbau Soeket. Sebuah kandang yang sudah tua. Perkakas
dan seisi rumah menandakan hanya Soeket orang yang sangat miskin. Kadiroen lalu
berusaha mencari jejak-jejak pencurinya. Tetapi pencuri itu nyaris tidak
meninggalkan jejak yang jelas sama sekali. Sebab tanah di situ adalah tanah
kering, sehingga tidak meninggalkan jejak kaki satu pun. Ia mendapat keterangan
bahwa pintu pekarangannya pagi-pagi sudah tidak tertutup lagi. Hal itu
membuktikan bahwa pencuri itu membawa kerbaunya lewat depan rumah. Hanya pagar
belakang rumah terdapat beberapa kerusakan, jelas bahwa pencuri itu pasti masuk
lewat belakang rumah dengan cara merusakkan pagar. Dari rusaknya pagar itu,
Kadiroen bisa menduga-duga, pencuri itu pasti berbadan besar dan kuat. Orang
yang lembek dan kecil, tentu tidak mungkin dapat menumbangkan pepohonan di
pagar. Pohon-pohon itu rebah pasti karena desakan dan tendangan pencuri yang
berbadan besar dan kuat. Sebuah jejak yang menguntungkan ditemukan Kadiroen. Ia
mendapatkan selembar kartu remi (kartu judi) terselip di pagar itu. Dari
penjelasan Soeket bahwa ia tidak pernah main judi, Kadiroen yakin kartu ini
pasti milik pencurinya. Hal itu dapat menjadi jalan terang, bahwa pencurinya
adalah seorang penjudi. Ia mengira, pasti pencuri itu habis kalah judi.
Sehingga ia nekat mencuri kerbau itu. Kadiroen terus berpikir panjang lebar.
Dalam hatinya ia bertanya-tanya. “Sesudah mencuri, dibawa kemana kiranya kerbau
itu? Ke pasar atau ke rumah orang lain untuk dijualkah? Rasanya tidak mungkin.
Sebab tidak mudah untuk berbuat hal yang demikian sebab semua penjualan kerbau,
harus memakai saksi lurah, yang menjelaskan dari mana asal usul kerbau itu dan
lain-lainnya. Dalam hal ini, tentu pencuri akan sangat mudah ketahuan dan
tertangkap. Apa mungkin kerbau itu dipotong untuk dimakan sendiri? Mustahil,
rasanya tidak mungkin, sebab satu orang tidak mungkin makan seekor kerbau jika
tak punya hajat. Apa mungkin daging kerbau itu lalu dijual ke pasar? Juga tidak
bisa. Karena semua hewan yang dipotong dan dagingnya dijual di pasar, harus
mendapat pengesahan dari pegawai Gupermen. Pendek kata, jika hanya seorang
pencuri, tidak mudah bcrbuat hal-hal yang sangat sukar begini. Dan pasti
pencuri itu akan cari akal bagaimana mudah mendapatkan uang.” Oleh sebab itu
Kadiroen yakin bahwa pencuri itu akan kembali datang ke rumah Soeket, untuk
berjanji mengembalikan kerbaunya asalkan mendapatkan uang tebusan.
Kejadian-kejadian serupa ini memang sering terjadi dalam hal pencurian
hewan-hewan besar. Setelah itu, Kadiroen permisi kepada Soeket dan berjanji
akan mencarikan kerbaunya.
Pukul
sepuluh malam. Desa Wonokoyo sunyi sekali. Seantero desa terkurung gelap malam
yang hitam pekat. Di runah Soeket tidak terdengar apa-apa selain rintih tangis
anak dan bininya yang sedang sakit. Memikirkan semua ini, hati Soeket menjadi
amat berduka. Tiba-tiba ia amat terkejut, seperti seorang yang baru bangun
tidur dibangunkan oleh suara guntur yang menyambar sangat keras. Ia mendengar
pintunya diketuk orang dan terdengar suara ancaman yang menakutkan.
"Hai
Soeket, awas, besok jam sepuluh malam kamu harus menyediakan uang sebesar
f.25,- di pintu pagar sebelah kanan. Jika kau tidak mau menyediakan uang itu,
kerbaunya akan hilang selamanya. Tetapi jika kau menurut, lusa pagi-pagi kau
akan mendapatkan kerbaumu lagi di muka rumahmu. Saya hanya minta tebusan murah,
sebab saya masih kasihan dengannmu. Dan ingat, jangan sekali-kali kamu berani
lapor polisi. Sebab kalau kamu berani lapor polisi, lain kali kau akan
kubunuh.”
Soeket
menjadi amat bersedih. Uang f.25,- harus ia dapat paling lambat besok malam.
Dari mana ia bisa dapat uang sebanyak itu? Ia ingin keluar untuk berunding
dengan pencuri itu. Tetapi ia tidak berani, sebab ia tidak tahu berapa berapa
besar kekuatan yang ada di luar. Ia memberanikan bertanya, namun di luar keburu
sunyi, Soeket tak mendapatkan jawaban apa-apa. Ia menjadi amat takut dan
berjanji untuk tidak melaporkan masalah ini pada polisi.
Sesosok
badan yang besar dan tampak kuat, berpakaian serba hitam dan tampak
meninggalkan rumah Soeket, dengan perlahan-lahan, sehingga langkah-langkah
kakinya tak terdengar sedikit pun. Ia berjalan menuju jalan raya. Tetapi tanpa
sepengetahuan dirinya, menguntit di belakangnya seorang yang berperawakan kecil
dan berpakaian serba hitam hitam pula. Ia terus-menerus menguntit kemana
perginya orang itu.
Selama
satu jam perjalanan, tibalah orang yang dikuntit itu di muka sebuah rumah
besar. Sesudah mengetuk pintu, ia segera masuk. Rumah itu berdiri dekat hutan
yang sunyi serta jauh dari tetangga kanan-kiri. Sementara badan yang kecil,
yang juga berpakaian serba hitam berada di luar, mengintip dari lubang pintu
dan mendengarkan pembicaraan orang yang ada di dalam rumah. Di dalam rumah ia
melihat ada empat lelaki yang bermuka kasar dan tampak sangar. Mereka sedang
asyik bermain judi, sedangkan yang baru datang langsung ngeloyor masuk ke dalam
kamar. Ia tidak kelihatan wajahnya, hanya terdengar suaranya saja.
“Sudah
sahabat-sahabat, saya sekarang capai. Saya mau tidur. Yang punya kerbau besok
malam tentu akan memberikan uang tebusan f.25,- kepada saya.”
Lain
halnya jawaban dari empat orang tadi.
“Wah,
Kang, sekarang kita musti main dadu, sebab kartu buat main ceki kurang satu!”
Inilah
suara-suata yang perlu diketahui oleh orang berpakaian hitam yang ada di luar.
Yakni, suara-suara yang dapat memberikan keterangan lebih jauh perihal
pencurian kerbau itu pada Kadiroen; Mantri Polisi Kadiroen sendirilah yang
berpakaian serba hitam, seperti pencuri yang malam-malam menyelinap di samping
rumah Soeket, untuk mengetahui siapa sebenarnya pencuri kerbau yang meminta
tebusan kepada Soeket.
Sekarang
Kadiroen sudah tahu semuanya. Tetapi ia ingin tahu lebih dahulu dimana kerbau
itu disembunyikan. Kadiroen belum berani masuk ke rumah pencuri itu. Sebab ia
sendiri tentu tidak mungkin menang melawan lima orang. Maka pada malam itu,
Kadiroen merasa bahwa perkara ini sementara cukup sampai disini lebih
dahulu. Ia segera pulang dan tidur nyenyak seperti tidak ada kejadian apa-apa;
itu membuktikan bahwa ia memang memiliki watak pemberani.
Esok
paginya, jam enam, ia sudah berangkat ke kantor Tuan Asisten Wedono. Ia minta
izin sampai sore untuk mengurus masalah kerbau itu. Ia berniat memakai uangnya
sendiri f.25,- untuk dipasangkan sebagai taruhan menangkap pencuri itu. Yaitu
ia mempunyai uang kertas f.5,- berjumlah lima lembar. Ia menyuruh dua opas
untuk mencatat nomor seri uang-uang itu. Adapun kartu judi yang ia peroleh dari
pagar rumah Soeket, ia simpan dengan baik di kantor asisten Wedono.
Selanjutnya, ia pergi ke rumah Soeket.
Soeket
menangis meminta pinjaman uang f.25,- tetapi tidak berani menjelaskan bahwa
uang itu akan digunakan sebagai uang tebusan kerbaunya. Meski Kadiroen
mengetahui akan hal ini, ia pura-pura tidak tahu. Ia segera memberikan pinjaman
semua uang kertas miliknya. Habis dari rumah Soeket, ia segera pergi ke areal
persawahan dekat perumahan Tuan Administratur yang kecurian ayam. Ia menengok
kanan-kiri, barangkali melihat seekor garangan sedang bersembunyi. Tetapidisitu
memang begitu banyak semak-semak rimbun yang layak untuk persembunyian garang
yang aman. Kadiroen terpaksa mencari cara lain. Ia meminjam kurungan yang kuat
sekaligus dengan ayamnya sekalian. Ia menaruh ayam dalam kurungan itu serta
meletakkan di dekat semak-semak rimbun dan sunyi. Ia sendiri segera naik ke
atas pohon untuk memperhatikan kurungan ayam pasangannya. Karena suara dan bau
ayam tidak berselang lama ia melihat seekor garangan datang menghampiri kurungan
itu. Kadiroen segera melemparkan batu kerikil ke arah garangan itu, sambil
pandangan matanya mengikuti kemana garangan itu bersembunyi. Lalu Kadiroen
segera turun dan pergi mendekati semak rimbun tempat garangan itu masuk. Disana
ia mendapatkan bangkai ayam berwarna biru milik Nyonya Administratur. Tidak
jauh dari tempat itu, ia melihat tulang-belulangnya serta bulu-bulu ayam
berserakan. Hal itu membuktikan bahwa pencuri ayam yang dicari Tuan Asisten
Wedono adalah benar-benar seekor garangan. Dalam hatinya Kadiroen tertawa
terpingkal-pingkal. Tetapi ia tidak berani menceritakan semua itu kalau belum
berhasil menangkap garangan tersebut. Itulah sebabnya, ia hendak memasang
jaring perangkap garangan didekat semak-semak rimbun tersebut. Sebagai umpannya
ia membeli seekor anak ayam yang masih kecil. Sesudah memasang jaring perangkap
itu dan meminta tolong pada orang-orang yang ada di dekat situ supaya melarang
anak-anak main di sekitar situ, maka ia segera pulang. Sore harinya ia
berangkat lagi ke kantor Asisten Wedono.
“Nah,
Mantri Polisi, Lihatlah pekerjaanku!" kata Tuan Asisten Wedono bangga.
“Kemarin ada pencurian ayam, sekarang pencurinya sudah saya tangkap!”
Kadiroen mlenggong.Bagaimnna bisa, pikirnya.
Tetapi Tuan Asisten Wedono menceritakan hal itu dengan bangga, sehingga
Kadiroen tidak mau mengomentari. Ia membiarkan kebanggaan Tuan Asisten Wedono.
Yang dimaksud pencuri ayam itu adalah seorang desa yang tinggal dekat rumah Tuan
Administratur. Namanya Soekoer. Ia seorang yang hidup pas-pasan. Tidak kaya,
juga tidak miskin. Ia tampak gemuk dengan pakaian yang pantas. Kadiroen tidak
yakin kalau Soekoer pencurinya. Oleh karena itu, ia bertanya kepada Asisten
Wedono.
“O,
Tuan, saya senang Tuan sudah dapat menangkap pencurinya. Karena saya masih
polisi baru, jadi saya masih harus belajar dengan Tuan. Namun saya masih belum
yakin, apa benar Soekoer adalah pencurinya? Bagaimana Tuan menangkap serta apa
bukti-buktinya?"
Tuan
Asisten Wedono merasa amat bangga menceritakan keberhasilannya, seraya ia
berkata:
“Ya,
Mantri, begitulah, orang harus pintar. Tidak boleh asal berpendapat bahwa
pencuri ayam itu adalah seekor garangan. Sementara kau sudah berpendapat
begitu, itu salah besar. Mestinya kamu mengurusnya terlebih dahulu, mencari
bukti-buktinya. Baru berpedapat. Tetapi maklum, kamu masih muda, jadi masih
harus banyak belajar kepada saya! Adapun Soekoer, memang telah nyata sebagai
pencuri ayam Nyonya Administratur, meskipun ia masih mungkir. Tetapi
bukti-bukti telah cukup. Ada saksinya segala. Doerachim bercerita pada saya,
kemarin pagi ia membeli ayam berwarna biru pada Soekoer. Ayam itu telah
disembelih oleh Doerachim. Tetapi ia membawa bulu-bulu serta tulang-belulang
ayam sebagai barang bukti. Sewaktu Doerachim membeli ayam itu, saksinya Nojo.
Jadi sudah sangat jelas, tetapi pencurinya belum juga mau mengaku. Adapun saya
bisa menangkap dia, ceritanya begini: Saya memiliki banyak mata-mata. Tetapi
yang paling pintar adalah Soekari. Soekari dahulunya seorang kepala pencuri,
suka bermain judi, pokoknya kelakuannya sangat busuk. Tetapi sejak ia saya
jadikan kepala mata-mata, kelakuannva berubah menjadi baik. Ia saya gaji tetap
dari uang saya sendiri. Tiap bulannya, sebesar f.20,-. Kalau ia sedang bekerja
mencari pencuri, supaya ia mau mencari dengan sungguh-sungguh, ia saya ongkosi
seperlunya. Jadi kalau mereka mencari pencuri sampai pencurinya dapat
tertangkap, mereka saya bayar sedikitnya f.2.50,- Dalam perkara pencurian ayam
Nyonya Administratur ini, kalau pencurinya tertangkap tentunya saya akan
mendapat nama baik di mata tuan-tuan besar. Oleh karena itu, saya tidak
segan-segan mengeluarkan uang. Dan lagi Mantri Polisi, jangan lupa 'pencuri mesti harus ditangkap dengan pencuri
juga.' ini strategi
seorang polisi. Itulah sebabnya yang saya jadikan mata-mata adalah kepala
pencuri. Kau lihat sendiri, kemarin terjadi kecurian, sekarang pencurinya sudah
tertangkap. Inilah politik saya. Kamu masih harus banyak belajar hal-hal begini
dari saya.”
Kadiroen
mendengarkan betul nasihat-nasihat Asisten Wedono. Tetapi dalam hatinya merasa
heran; pertama, mengapa Asisten Wedono sangat bangga, sombong dan menggelikan.
Umpamanya memang betul Soekoer adalah benar-benar pencuri yang dicari. Toh yang
tahu akan hal itu bukan Tuan Asisten Wedono sendiri. Tetapi mata-mata yang
dibayarnya. Sedang Tuan Asisten Wedono sendiri tidak tahu dan tidak kerja
apa-apa. Ia tidak berpikir dan bertindak apa-apa kecuali membayar mata-mata.
Sekarang mengapa sebabnya Tuan Asisten Wedono demikian yakin dan bangga
sekaligus sombong menceritakannya. Kedua, Kadiroen belum yakin bahwa Soekoer
adalah pencurinya karena ia tahu sendiri bangkai ayam Nyonya Administratur. Ia
yakin pasti ada sesuatu yang tidak beres dibalik perkara ini. Selain itu ia
juga heran, kalau betul Soekoer pencurinya, mengapa ia terus-terusan mungkir,
sedangkan bukti-bukti dikatakan sudah cukup meyakinkan. Kadiroen ingin tahu
bagaimana selanjutnya jalan cerita masalah ini. Ketiga, Kadiroen tertawa dalam
hati, bagaimana bisa, ayam hanya seharga f.2.50,- dicari dengan membayar f.25,-
. Ia tahu persis bahwa perkara ini hanya dijadikan modal oleh Tuan Asisten
Wedono untuk cari nama, dengan harapan pangkatnya akan segera naik. Adapun
masalah pencurian ini hanya dijadikan jalannya semata. Bagaimanapun Kadiroen
juga tahu, hidup sebagai polisi memang amat susah untuk bisa cepat naik
pangkat. Wajar jika akhirnya banyak yang mau memberikan uangnya sendiri kepada
para mata-mata sebagai uang belanja. Dan untuk segala urusan, ia mesti mengeluarkan
uang dari koceknya sendiri yang tidak sedikit jumlahnya untuk keperluan
pekerjaannya. Hal-hal yang beginian di dunia polisi memang tidak asing lagi.
Karena itu banyak polisi yang berusaha dengan caranya sendiri - kadang-kadang
tidak halal dan tidak masuk akal sekalipun - untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya. Akhirnya, para lurah dan orang-orang kecillah yang menjadi korbannya.
Peraturan dan kode etik polisi pada masa itu memang ada begitu banyak. Sehingga
para polisi banyak yang tidak berani minta agar anggaran kepolisian dinaikkan,
apalagi kenaikan gaji. Keempat, dalam hati Kadiroen juga merasa heran mengapa
untuk menangkap pencuri ayam mesti pakai pencuri lain. Seorang pencuri, jelas
orang yang jahat, ia tidak mungkin dapat dipercaya. Tetapi anehnya, sebagaimana
yang diterangkan oleh Asisten Wedono, seorang pencuri yang jelas tidak bisa
dipercaya, tiba-tiba harus dipercayai untuk menangkap pencuri lain. Kadiroen
memikirkan hal ini secara panjang lebar sehingga ia tidak bisa komentar apa-apa
terhadap petunjuk Asisten Wedono. Kadiroen tersentak ketika ia kemudian
mendengar suara Asisten Wedono selanjutnya:
“Nah,
Mantri Polisi, bagaimana itu pencuri kerbau Soeket? Apa kau belum dapat
keterangan. Masalah ini seyogyanya jangan dimasukkan ke dalam buku laporan.
Sebab kalau terlalu lama pencuri itu tidak bisa tertangkap, lebih baik perkara
itu dibekukan saja. Kalau tidak dibekukan, saya khawatir nantinya akan membikin
banyak pertanyaan dari atas, yang bikin susah. Laporan Soeket kita menganggap
tidak ada saja, toh ai tidak mungkin berani melaporkan perkara ini ke
pembesar-pembesar yang ada di atas.”
Kadiroen
bertambah heran mendengar kata-kata Tuan Asisten Wedono. Ia tak bisa
berkomentar apa-apa. Ia berpikir, mengapa untuk orang kaya seperti Tuan
Administratur yang hanya kemalingan seekor ayam saja, Tuan Asisten Wedono tidak
merasa rugi mengeluarkan uang banyak. Lagipula ia ribut untuk mengurusnya
dengan sungguh-sungguh. Tetapi bagi Soeket yang kehilangan kerbau, yang jelas
nilainya lebih dari separo harta kekayaannya, hampir-hampir tak diperhatikan
oleh Tuan Asisten Wedono. Memang, untuk membekukan perkara Soeket adalah soal
gampang. Karena orang kecil memang susah untuk mengadukan perbuatan polisi pada
atasannya. Tetapi mengurus perkara orang besar jelas akan bisa mendatangkan
keuntungan. Kadiroen memikirkan masalah ini dengan panjang lebar. Sekarang ini
memang masih lazim mengurus perkara seseorang mesti diperhatikan seberapa besar
pengaruh orang tersebut. Soal-soal beginilah yang tidak mendidik orang untuk bertindak
adil, berbudi baik dan berwatak kesatria. Namun Kadiroen telah berjanji pada
dirinya sendiri untuk tetap berlaku adil. Selain itu ia telah berjanji untuk
menolong Soeket. Ia ingat bagaimana susahnya nasib orang kecil semacam itu. Ia
juga telah berjanji pada dirinya sendiri untuk menolong Soekoer yang didakwa
mencuri ayam. Kadiroen merasa tugas berat sedang menghadang di depan mata.
Kadiroen memang berhati mulia, ia mau berbuat baik kepada siapa saja. Tetapi
susahnya, ia masih diperintah oleh orang yang sangat berlainan dengan watak dan
pikiran Kadiroen. Sungguh suatu masalah yang jelas akan sangat membingungkan
dirinya. Tetapi Kadiroen tak merasa bingung dan berkecil hati. Karena ia
percaya kepada keadilan Tuhan Allah yang mau memberi pahala kepada siapa saja
manusia yang mau berbuat kebaikan.
Sementara
pikiran Kadiroen penuh dengan kemuliaan dan kebaikan, tiba-tiba ia mendengar
Tuan Asisten Wedono yang memanggil Opas Pigi.
“Opas,
coba kau siksa Soekoer si pencuri itu. Sudah satu hari ia tidak saya beri makan
dan minum supaya ia menjadi kelaparan dan kehausan sehingga ia mau mengakui
perbuatannya. Tetapi sampai sekarang ia belum juga mengakui kesalahannya.”
“Baik
Ndoro!” kata Opas Pigi. Ia mengambil sepotong rotan dan segera memukuli telapak
kaki Soekoer. Sebuah siksaan yang amat kejam dan keras. Tetapi tidak sampai
menimbulkan luka sehingga tidak kentara. Karena siksaan itu Soekoer hanya dapat
meraung dan menjerit-jerit. "O, Tuhan Allah, apakah dosa saya sehingga
disiksa seperti ini. Disuruh mengaku mencuri, padahal saya memang benar-benar
tidak melakukannya. O, ya Allah ….”
“Pukul
lagi yang keras!” kata Asisten Wedono.
Melihat
penyiksaan semacam itu darah Kadiroen serasa mendidih. Ia ingin sekali menolong
Soekoer. Tetapi ia pikir belum waktunya untuk memberi pelajaran pada Tuan
Asisten Wedono karena ia belum tahu persis bagaimana kisah selanjutnya masalah
ini. Tuan Asisten Wedono bertanya kepada Soekoer sambil memaki-maki dengan
kata-kata yang tak layak didengar telinga orang waras.
“Nah,
apakah sekarang kau mau mengaku, bajingan!”
Tetapi
apa jawaban Soekoer.
“Tuan,
bagaimana hamba mesti mengaku, sedang hamba memang tidak berdosa."
“Kalau
kau mau mengaku, kau akan mendapat hukuman ringan," kata Tuan Asisten
Wedono.
“Tuan,
bukannya hamba takut pada hukuman, memang hamba benar-benar tidak mencuri.
Tetapi hamba tidak suka berdusta. Dan dustalah hamba jika hamba mengaku
mencuri, padahal hamba memang tidak melakukannya. Hamba tidak takut pada
hukuman manusia Tetapi hamba sangat takut pada murka Tuhan Allah. Di akhirat
nanti pasti tidak akan memberi tempat yang baik jika hamba berdusta.”
Begitulah
keterangan Soekoer, meski orang menyiksanya, tetapi total, teguh pendiriannya.
Tuan Asisten Wedono menjadi amat marah. Bayangkan, ia seorang Asisten Wedono
yang sangat berkuasa, tetapi ia tidak bisa menaklukkan seorang pencuri yang
berdasarkan fakta dan bukti-bukti yang dipercayainya, dialah pencurinya. Ya,
manusia mana yang dapat menaklukkan jiwa manusia yang teguh dan baik hatinya
dan hanya mau takluk kepada ketentuan Tuhan Allah, yakni Tuhan raja dari semua
kebaikan dan ketetapan. Meski dia adalah seorang raja sekalipun. Inilah letak
kebodohan Tuan Asisten Wedono yang tidak mau tahu. Ia kira bisa menaklukkan
hatinya Soekoer. Manusia bisa membengkokkan besi, tetapi mustahil bisa
membengkokkan jiwa yang teguh imannya. Tuan Asistan Wedono yang bodoh telah
menyiksa Soekoer habis-habisan, tetapi ia tetap tidak bergeming. Memang,
menurut peraturan, seorang polisi tidak boleh menyiksa terdakwa. Adapun
perbuatan Asisten Wedono jelas melanggar peraturan dan ia bisa dituntut. Tetapi
apalah artinya peraturan? Peraturan manusia hanya mungkin dijalankan oleh
manusia yang baik, yakni manusia-manusia yang mau menghormati dan menjalankan
peraturan yang baik sebagaimana dikehendaki Tuhan Allah. Tetapi peraturan yang
baik bagi orang bejat tentu tidak akan dijalankan sebagaimana mestinya jikalau
si bejat itu tidak diawasi perbuatannya. Tetapi siapa yang akan mengawasi
perbuatan Asisten Wedono, seorang pejabat tinggi yang mestinya menjalankan
peraturan-peraturan negeri. Sedangkan perbuatannya tidak diawasi oleh
atasannya. Sementara yang bisa mengawasi perbuatanya hanya orang-orang yang ada
di bawahnya, orang-orang yang ia perintah, orang-orang kecil dan lain-lain.
Tetapi orang-orang ini tidak bisa berbuat apa-apa. Karena memang ia sangat
susah jika akan mengadukannya pada para pembesar. Apalagi sesudah ia
mengadukan, kalau tidak sedang bernasib baik, ia akan difitnah yang bisa-bisa
mencelakakan dirinya. Hal-hal yang serupa ini, umumnya di seantero dunia,
sering terjadi di dalam negeri yang rakyatnya tidak mempunyai kekuatan untuk
turut memerintah negerinya sendiri. Sebaliknya, jika peraturan bikinan manusia
yang bejat, tentulah peraturan serupa itu hanya dijalankan oleh manusia-manusia
yang bejat pula. Tetapi jelas akan mendapat tantangan dari manusia-manusia yang
baik. Ironisnya, si baik yang melawan – yang selalu ingin tetap berada dan
ingin menjalankan ketentuan peraturan-peraturan Tuhan Allah – ini justru sering
menjadi korbannya.
Itulah
sebabnya, tidak mengherankan jika Tuan Asisten Wedono yang bejat dengan gampang
menyiksa Soekoer. Memang sudah sangat sering terjadi di tanah Jawa (negeri ini)
seorang terdakwa mengaku berbuat salah di muka polisi hanya karena tidak tahan
disiksa, tetapi di muka pengadilan ia sering mungkir atau mencabut
pengakuannya. Dan ia menjelaskan pengakuan itu ia buat semata karena ia hanya
tidak ingin disiksa. Inilah yang membikin kusutnya perkara sebab akan semakin
susah membuktikan apakah seorang terdakwa itu benar-benar bersalah atau tidak.
Kadiroen
memikirkan hal ini dengan panjang lebar. Kadiroen menyaksikan sendiri bagaimana
Soekoer tetap mungkir. Maka ia yakin orang macam Soekoer memang selalu ingat
kepada Tuhan Allah, jadi ia selalu ingat kepada kebaikan. Mana mungkin ia
berbuat dosa mencuri ayam. Kadiroen yakin, di balik perkara ini banyak hal yang
ganjil. Itulah yang mendorong niat Kadiroen bertambah kuat untuk menyelesaikan
masalah Soekoer. Selain itu, makin bertambah kuat pula niat Kadiroen untuk
menegakkan keadilan bagi semua manusia. Besar maupun kecil.
Jam
sembilan malam. Dengan pakaian serba hitam, Kadiroen berangkat sendirian. Ia
membawa beberapa tali untuk mengikat beberapa orang. Dengan satu revolver dan
beberapa peralatan lainnya, pergilah Kadiroen ke rumah Soeket. Ia bersembunyi,
tidak kelihatan orang. Menunggu pencuri kerbau yang akan mengambil uang tebusan
sebesar f.25,-. Ia diam, bersembunyi, sambil terus mengawasi, persis seperti
pencuri. Pada saat itu, ia ingat petuah-petuah Tuan Asisten Wedono yang bodoh
itu: "Pencuri harus ditangkap oleh pencuri lain." Tetapi Kadiroen
merasa dirinya bukan pencuri. Itulah sebabnya ia menjalankan pepatah Tuan
Asisten Wedono dengan membikin pepatah sendiri. "Pencuri harus ditangkap
dengan cara pencuri." Untuk menangkap orang bejat mesti dipakai polisi
baik. Bukan orang bejat yang harus menangkap orang bejat lainnya. Sebab aturan
yang serupa ini sering menimbulkan hal-hal yang lebih bejat lagi.
Kira-kira
jam sepuluh Kadiroen melihat ada seorang mengambil uang tebusan itu. Sesudah
mengambil langsung ngeloyor pergi. Kadiroen menguntit orang itu dari belakang,
ke mana pun perginya. Akhirnya ia tahu, orang itu masuk ke dalam rumah penjudi
kemarin. Kadiroen mengetahui juga yang ada di dalam rumah itu, ada dua orang
laki-laki lain dan seorang perempuan. Istrinya pencuri kerbau itu. Tidak berapa
lama, dua orang lelaki itu disuruh pencuri pertama untuk mengambil kerbaunya
Soeket sehingga ia tinggal sendirian dengan bininya. Kadiroen berpikir.
"Nah, kini dua orang pergi. Dan kerbaunya Soeket akan dibawa kemari."
Inilah saat yang tepat untuk menangkap kepala pencuri yang sedang sendirian
itu. Perkara perempuan, istri pencuri itu, tidak masuk hitunganku. Dengan
pikiran semacam itu, ia langsung masuk ke rumah pencuri itu. Tetapi pencuri
yang berbadan besar dan kuat itu bertindak cepat juga. Demi melihat Kadiroen,
ia langsung meloncat dari tempat duduknya, menabrak Kadiroen sehingga Kadiroen
tidak sempat menggunakan revolvernya. Si pencuri seraya berkata dengan murka.
Ia marah seperti raksasa.
"Hai,
saya tahu kau Mantri Polisi baru. Sekarang kubunuh kau." Kadiroen dengan
cepat menghindar ke kanan sehingga tidak tertabrak pencuri. Tetapi Kadiroen
segera dipegang pencuri itu sehingga terjadi adu gulat yang ramai antara antara
pemuda yang berbadan kuat dengan seorang pencuri besar dan berbadan besar dan
kuat juga. Mereka berdua bergantian saling menindih dan gulatnya amat cepat.
Istri pencuri itu menjadi ketakutan, ia lari keluar. Kadiroen ingat yang ia
kerjakan kali ini adalah perbuatan yang baik. Pada saat itu ia merasa memiliki
kekuatan yang luar biasa. Ia bisa sangat lama menindih pencuri itu. Namun
Kadiroen juga telah mengetahui dua orang yang disuruh mengambil kerbau itu
sudah datang. Yang seorang mengambil kayu galih asam, segera masuk ke rumah,
hendak memukul Kadiroen, guna membantu sahabatnya yang tertindih Kadiroen.
Kadiroen pura-pura tidak tahu apa-apa. Tetapi pada saat pukulan itu hendak
menimpa dirinya, dengan cepat ia meloncat, meninggalkan pencuri yang ia tindih
sehingga pukulan yang seharusnya buat dia itu jatuh tepat mengenai kepala
pencuri, musuhnya, sampai pingsan. Musuh Kadiroen kini tinggal dua orang.
Dengan cepat ia menarik revolvernya. Sambil mengancam dua musuh itu, ia
berkata:
“Awas,
diam, jangan bergerak. Sebab kalau nekat, akan kutembak kau.” Kedua musuh itu
lalu diam. Yang satu dilempari tali oleh Kadiroen, disuruh mengikat pencuri
yang sedang pingsan serta satu pencuri lainnya. Habis itu, maka Kadiroen
mengikat sendiri pencuri nomor dua itu sehingga Kadiroen dengan gagah berani
sudah berhasil menangkap ketiga pencuri yang sangat berbahaya. Sungguh sangat
mengherankan. Kadiroen menang karena ia didasari oleh keberanian, keteguhan
hati serta cepatnya ia bertindak yang terbawa karena keberanian dan
keteguhannya itu.
Maka
uang f.25,- itu kembali ke tangan Kadiroen. Sehabis mengatur semuanya yang ada
di situ, ia dengan berbagai cara berusaha membangunkan pencuri yang pingsan.
Akhirnya ia berhasil juga. Kadiroen segara bertanya nama pencuri yang baru saja
siuman dari pingsannya. Namun betapa terkejutnya hati Kadiroen ketika mendengar
jawabannya:
“Nama
saya Soekari!”
Sekarang
ternyata Kadiroen sudah dapat berhasil menangkap mata-mata yang amat dipercaya
oleh Tuan Asisten Wedono. Kadiroen menjadi bertambah heran ketika yang dua
lainnya memberikan pengakuan; namanya Durachim dan Nojo. Kedua-duanya menjadi
saksi dalam perkara "pencurian" ayam si Soekoer. Segera Kadiroen
yakin, ketiga orang ini ikut berdosa dalam perkara Soekoer tersebut. Tetapi
Kadiroen menjadi khawatir, jangan-jangan ketiga pencuri itu tidak akan mau
memberi keterangan tentang hal ini kalau tidak diusahakan suatu hal yang halus.
Oleh karena itu ia memanggil istri Soekari dan berkata pada Soekari:
"Hai
Soekari, lihatlah binimu ini. Saya tahu, kamu sangat mencintai binimu. Oleh
karena itu, jangan sekali-kali mungkir kalau saya tanya, agar kamu tidak
mendapat hukuman yang terberat. Dan supaya kamu lekas keluar dari bui, guna
meneruskan perkawinanmu dengan binimu."
Soekari
menjadi takut kepada Kadiroen sebab ia tahu Kadiroen sangat cerdik, pemberani
dan kuat. Ia berjanji akan berterus terang, tidak akan berdusta. Lalu Kadiroen
berkata lagi:
“Lihatlah,
binimu, tampak susah. Apa kamu tidak kasihan?”
"Saya
Tuanku!" Kata Soekari.
“Nah,
ingatlah. Pada saat ini bini Soekoer juga sedang dalam kesusahan. Ia sangat
berduka. Apa kamu juga tidak kasihan pada bini Soekoer yang didakwa mencuri
ayam? Dan juga apa kamu tidak kasihan pada Soekoer yang terdakwa?”
“O,
ya Tuanku, sekarang saya merasa, semua itu karena dosa saya. Berilah saya
petuah, supaya hati saya menjadi tenteram dan bisa bertobat!”
"Baik,
sebelum aku memberikan petuah padamu, ceritakan terlebih dahulu perihal
Soekoer!"
Di
sini Soekari menjelaskan bahwa dahulu ia sangat membenci Soekoer sebab Soekoer
tidak pernah mau memberi uang kepadanya setiap kali ia memintanya. Katanya ia
tidak punya. Karena itu, maka Soekari berusaha mencelakakan Soekoer. Waktu Tuan
Asisten Wedono sanggup memberi uang f.25,- maka Soekari sangat ingin mendapat
uang itu. Dan dia sudah membikin saksi-saksi palsu, yaitu Doerachim dan Nojo,
buat menuduh Soekoer sebagai pencuri ayam Tuan Administratur. Sedang bulu-bulu
ayam itu, ia ambil dari ayam lain. Dengan cara itu, ia bisa mencelakakan
Soekoer sekaligus mendapat uang f.25,-. Cerita Soekari itu dibenarkan oleh
Doerachim dan Nojo. Sekarang nyatalah bahwa Tuan Asisten Wedono berbuat
kekeliruan sebab mau menangkap pencuri dengan pencuri lain. Sesudah perkara ini
menjadi jelas, maka ketiganya bersedia menceritakan perkara itu pada Asisten
Wedono supaya Soekoer bisa dilepaskan dari dakwaannya. Sehabis itu, Soekari
juga mengaku bahwa dirinya adalah pencuri kerbau Soeket. Lalu Kadiroen berkata:
"Nah,
kamu bertiga, ingatlah. Kamu sudah berbuat dosa, sedang menurut peraturan
negeri, maka tidak boleh tidak, tentulah kamu harus mendapatkan hukuman.
Mengingat kamu sudah berterus terang, tentu hukumanmu bisa diringankan tetapi
carilah ketenteraman hatimu sendiri dengan cara bertobat pada Tuhan Allah, percayalah
kepada Tuhan Allah dan berbuat baiklah serta tinggalkanlah tingkah lakumu yang
sudah-sudah. Dan kalau kamu menurut perintahku, kamu bertiga akan bisa menjadi
orang baik sehingga hati dan pikiranmu akan menjaali tenteram."
Petuah-petuah
Kadiroen ini merasuk betul dalam hati sanubari ketiga orang yang berbuat jahat
itu. Dan akhirnya menjadi kenyataan, sebab sepuluh tahun kemudian, ketiganya
telah menjadi orang baik.
Jam
lima pagi esoknya. Kadiroen membawa ketiga pencuri itu ke rumah Asisten Wedono.
Tetapi di tengah jalan mereka mampir ke rumah Soeket untuk mengembalikan
kerbaunya. Dan berkata pada Soeket, bahwa hutangnya yang f.25,- tidak usah
dikembalikan sebab uang itu telah dikembalikan oleh pencurinya kepada Kadiroen.
Wah, sungguh Soeket bersama anak istrinya menjadi sangat gembira. Ia
berkali-kali mengucapkan terima kasih pada Kadiroen, tetapi Kadiroen malah
menjawab:
"Baiklah,
ucapan terima kasihmu itu kusampaikan saja pada Tuhan Allah. Sebab saya hanya
perantara saja untuk membantumu."
Karena
teramat gembiranya, istri dan anak Soeket yang sedang sakit menjadi lekas
sembuh. Sungguh, perbuatan yang keluar dari niat suci selamanya akan berubah
kebaikan. Habis menyelesaikan masalah Soeket, Kadiroen mampir lagi untuk
melihat perangkap garangan yang dipasangnya kemarin. Maka senanglah ia sebab
garangan yang dimaksud telah masuk perangkap. Jadi, pencuri ayam alias garangan
itu juga sudah bisa ditangkap oleh Kadiroen. Sedang ayam biru yang sudah mati
dan tinggal bangkainya itu ia bawa sekalian untuk barang bukti.
“Jadi
pencuri saya punya ayam sudah tertangkap? Dan ayam saya sudah habis
dimakan?" Begitulah Nyonya Administratur bertanya pada Asisten Wedono jam
delapan pagi-pagi. Pada saat itu Nyonya dan Tuan Administratur mampir ke rumah
Tuan Asisten Wedono. Setelah itu akan langsung pergi ke kota. Tuan Asisten
Wedono menjadi sangat bangga sambil memperkenalkan Soekoer yang amat lemah
badannya, sangat pucat wajahnya. Karena sudah 24 jam belum mendapat makan dan
minum. Pada saat itu Tuan Asisten Wedono berkata
"Ini
Nyonya, pencurinya. Tetapi sampai saat ini ia belum juga mau mengaku.”
Lalu
Tuan Asisten Wedono menceritakan duduk perkarannya, siapa saksi-saksinya dan
sebagainya. Tetapi Tuan Asisten tidak menceritakan perihal mata-mata yang
memberikan petunjuk itu sebab Tuan Asisten Wedono berharap supaya dikatakan
cerdik. Akan halnya Soekoer yang disiksa, itu pun sama sekali tidak ia katakan.
Ketika Nyonya melihat Soekoer yang tampak lemas badannya, ia berkata:
"Kasihan!
Betulkah ia pencurinya. Tetapi ia tampak begitu lembek dan pucat seperti sakit.
Sungguh kasihan!" begitulah kata Nyonya.
Sebagaimana
semua perempuan, Nyonya lebih mengedepankan perasaan terlebih dahulu, barulah
ia berpikir. Sebaliknya, seorang laki-laki sering berpikir lebih dahulu,
sesudah itu baru mengungkapkan perasaannya. Seorang laki-laki dalam hal
mengungkapkan perasaannya, tidak bisa sedemikian cepat dan halus sebagaimana
perempuan.
"Ya,
toh itu orang salah dan mesti dihukum!" kata Tuan Administratur.
“Nou, Asisten,
kamu ada pintar dan ada cepat ini perkara. Nanti di kota, saya akan
menceritakan hal ini pada tuan-tuan pembesar."
Baru
saja Tuan Administratur berkata yang demikian Kadiroen datang di pendopo,
bersama ketiga pencuri yang telah berhasil ia tangkap, serta dengan garangan
dan bangkai ayam. Ia mengambil kartu judi dan nomer-nomer seri lima buah lembar
uang kertas f.5,- dan ia cocokkan dengan angka-angka seri uang kertas yang
dicatat oleh opas hari kemarin. Semua itu akan ditunjukkan sebagai barang
bukti.
Melihat
orang-orang itu, bangkai ayam, garangan, serta kartu judi yang dibawa Kadiroen,
Nyonya dan Tuan Administratur, dan juga Asisten Wedono menjadi heran. Ketiganya
meminta supaya Kadiroen menjelaskannya, serta apa maksud dari barang-barang itu
semua. Kadiroen menjelaskan semua itu apa adanya. Hanya saja, Kadiroen tidak
suka menceritakan perihal Tuan Asisten Wedono yang sudah menyiksa Soekoer sebab
ia tidak suka membuka aib Tuan Asisten Wedono kalau tidak ada perlunya. Salah
satu dari ketiga pencuri itu juga mengakuinya. Sedang Soekoer yang tidak
berdosa dilepaskan dari tahanan.
Tuan
dan Nyonya Administratur sangat gembira melihat keberhasilan Kadiroen sebab
masih begitu muda, sudah sangat cerdik dan pemberani. Sedang Tuan Asisten
Wedono menjadi amat malu.
Di
kota peristiwa itu diceritakan kepada para pembesar yang menjadi atasan dua
pejabat tersebut. Maka dengan tersiarnya kabar itu, diuruslah masalah Asisten
Wedono dan Kadiroen.
Karena
kepandaian Kadiroen, tidak begitu lama ia dinaikkan pangkatnya menjadi Asisten
Wedono di Onderdistrik Gunung Ayu. Sedang Tuan Asisten Wedono yang besar kepala
dan berhati batu dimarahi sehingga menjadi malu.
0 komentar:
Posting Komentar