Ayo Bersama-sama Bung Karno Kita
Bina Kebudayaan yang Berkepribadian
Nasional !!!
PENGANTAR PENERBIT
Dari tanggal
27 Agustus sampai dengan 2 September 1964 CC PKI telah menyelenggarakan
Konferensi Nasional Sastra dan Seni di Jakarta yang dikunjungi oleh para
sastrawan dan seniman revolusioner dari segenap penjuru tanah air. Konferensi
ini, Konfernas Sastra dan Seni Revolusioner (KSSR), adalah konfernas sastra
dan seni yang pertama yang diselenggarakan oleh PKI.
Sebelum KSSR
PKI sudah bekerja di bidang sastra dan seni, dasar-dasar untuk pekerjaan itu
telah diletakkan. Meskipun demikian mengingat masih banyaknya tugas-tugas yang
harus dikerjakan dalam rangka menegakkan dan mengembangkan “prinsip
berkepribadian dalam kebudayaan”, maka KSSR ini diadakan.
Banyak bahan
berguna telah disampaikan kepada Konfernas, baik oleh para pemimpin PKI maupun
oleh para peserta KSSR. Kali ini kami terbitkan tiga bahan pokok yang diucapkan
oleh Ketua CC PKI, D.N. Aidit, yaitu referat yang berjudul Dengan
sastra dan seni yang berkepribadian nasional
mengabdi buruh, tani dan prajuritdan Kibarkan
tinggi-tinggi panji pertempuran di bidang sastra dan seni
revolusioner! serta Ayo
bersama-sama Bung Karno kita bina kebudayaan yang berkepribadian
nasional! sebagai
lampiran.
Semoga usaha
ini dapat membantu pelaksanaan keputusan-keputusan KSSR.
Jakarta,
Desember 1964
Penerbit
---------------------------------
P. J. M.
Presiden, Bung Karno yang tercinta.
Para Wakil
Perdana Menteri dan para Menteri yang mulia.
Para tamu
yang terhormat.
Para Saudara
dan Kawan-kawan.
Pertama-tama
perkenankanlah saya atas nama Comite Central PKI menyampaikan rasa terima kasih
kepada para hadirin atas kesediaan dan kesudian untuk bersama-sama Bung Karno
yang kita cintai menghadiri Malam Resepsi Pembukaan Konfernas Sastra dan Seni
Revolusioner (KSSR) sekarang ini.
Terutama
kepada Bung Karno saya menyatakan terima kasih dan penghargaan yang tulus atas
kesediaan dan kesudian beliau berada di tengah-tengah kita bersama malam ini.
Kenyataan ini sekali lagi menunjukkan, bahwa seperti yang pernah dinyatakan
sendiri oleh Bung Karno di depan resepsi Kongres Nasional ke-VI PKI, bahwa PKI
adalah yo sanak yo kadangnya Bung Karno yen mati Bung
Karno melu kelangan. Peristiwa malam ini sekaligus membuktikan,
bahwa tidak hanya di bidang politik dan ekonomi serta di bidang-bidang lainnya,
tetapi juga di bidang kebudayaan, khususnya sastra dan seni, PKI merupakan
sanak dan kadangnya Bung Karno.
Betapa tidak
para Saudara dan Kawan-kawan. PKI mendukung dan melaksanakan dengan konsekuen
penegasan Bung Karno dalam “Lahirnya Pancasila” yang menolak kosmopolitanisme
di satu pihak serta menolak sovinisme dan nasionalisme yang sempit di pihak
lain. PKI mendukung dan melaksanakan dengan sepenuh hati ide Bung Karno yang
menekankan agar seni menjadi duta masa dan duta massa, seperti yang beliau
amanatkan dalam resepsi Kongres Nasional Pertama LEKRA di Solo tahun 1959. PKI
mendukung dan melaksanakan dengan sungguh-sungguh seruan Bung Karno dalam
Manipol agar imperialisme kebudayaan diganyang dan agar kebudayaan nasional dilindungi
dan dikembangkan. PKI mendukung dan melaksanakan dengan tak kenal lelah seruan
Bung Karno agar melawan musik ngak-ngik-ngok, tarian rock ‘n
roll, twist, rambut sasak dan gondrol (beatles) yang berkali-kali beliau
kemukakan dalam berbagai rapat belakangan ini. Dan PKI mendukung dan
memperjuangkan realisasi yang konsekuen ide Bung Karno tentang prinsip
“berkepribadian dalam kebudayaan” seperti yang beliau tegaskan dalam amanat
TAVIP baru-baru ini.
KSSR yang
dibuka dengan resepsi di Istana Negara malam ini dan akan berlangsung sampai
dengan tanggal 2 September yang akan datang justru dimaksudkan oleh PKI sebagai
langkah konkret dalam merealisasi ide Bung Karno seperti yang beliau tegaskan
dalam pidato TAVIP tersebut.
KSSR ini
baru pertama kalinya diselenggarakan oleh PKI. Tetapi dengan ini tidak berarti
bahwa PKI baru mau meletakkan dasar-dasar bagi pekerjaan di bidang sastra dan
seni. Dengan berdirinya LEKRA 14 tahun yang lalu mulailah dengan sadar PKI
mengibarkan tinggi-tinggi panji-panji “seni untuk rakyat” atau “seni untuk
revolusi” seperti yang juga menjadi gagasan Bung Karno. Dan sejak itu ofensif
kebudayaan rakyat dilancarkan dengan lebih terpimpin, sehingga makin hari makin
besar jumlah kubu pertahanan kebudayaan musuh yang diserbu dan ada yang sudah
dapat dihancurkan. Dan kaum reaksioner terpaksa harus jatuh-bangun dalam
mempertahankan diri dari serbuan-serbuan itu. Apapun bendera yang mereka
kibarkan di atas kubu pertahanan mereka, rakyat selalu berhasil memaksa
menurunkannya. Humanisme universal, kosmopolitanisme, nihilisme nasional,
propinsialisme, separatisme, rasialisme, dan entah apa lagi, semua diganyang
dan ada yang sudah dikalahkan. Dan benderanya yang muncul akhir-akhir ini yang
bernama “Manikebu” tidak sampai seumur jagung sudah digulung oleh rakyat
bersama Bung Karno.
Di
tengah-tengah perjuangan rakyat Indonesia melaksanakan Dwikora di bawah
pimpinan Bung Karno guna membubarkan “Malaysia” proyek imperialis Inggris yang
disokong sepenuhnya oleh imperialis Amerika Serikat, mereka jayakan “Manikebu”.
Mereka katakan sejelek-jelek manusia, tentunya termasuk Tengku Abdurachman dan
Lyndon Johnson, masih bersinar “cahaya Ilahi” di dalam dirinya, masih ada
segi-segi baik pada diri mereka. Dan karenanya, menurut kaum Manikebuis,
imperialis dan boneka-bonekanya jangan dimusuhi. Begitulah cara-cara mereka
mengebiri Manipol agar rakyat tidak mengenal dan tidak mengganyang
musuh-musuhnya.
Tetapi,
mereka gigit jari. Rakyat Indonesia yang telah dibajakan oleh pengalaman
perjuangan revolusioner terutama oleh api Revolusi Agustus 1945, tidak setolol
dan senaif yang mereka kira.
Kini seiring
dengan menanjaknya semangat anti-imperialisme di kalangan rakyat, makin
meningkat pulalah ofensif rakyat terhadap kebudayaan imperialis. Film-film AS
sudah lebih dari tiga bulan diboikot secara total, dan berkat desakan rakyat
yang makin santer, akhirnya AMPAI pun dihentikan kegiatannya. Kini rakyat
berjuang terus supaya oknum-oknum yang main mata dengan AMPAI diritul, supaya
Dewan Film Indonesia juga diritul dan di-Nasakom-kan pimpinan dan komposisi
keanggotaannya, serta importir-importir Amerika Serikat yang berkedok
“Indonesia” dibubarkan.
Mengapa kaum
Komunis menyambut prinsip “berkepribadian dalam kebudayaan” dengan gairah?
Karena belajar dari pengalaman perjuangan kita selama ini, hanya dengan
kebudayaan yang berkepribadianlah kita tidak hanya dapat bertahan tetapi juga
mampu berlawan dan mengalahkan serangan kebudayaan imperialis. Kita tidak
mungkin merampungkan tugas-tugas revolusi Indonesia tahap pertama dan lebih-lebih
lagi tahap kedua, tanpa dihangati oleh apinya kebudayaan yang berkepribadian
nasional yang kuat.
Bidang-bidang
sastra dan seni termasuk bidang-bidang terpenting dan bidang-bidang yang paling
perasa daripada pekerjaan ideologi kita. Dan setiap pekerjaan ideologi tanpa
perkecualian harus disubordinasikan kepada kepentingan rakyat Indonesia.
Perjuangan
di bidang sastra dan seni adalah bagian daripada perjuangan kaum Komunis dalam
mengindonesiakan Marxisme-Leninisme, bagian daripada perjuangan kita dalam
menjalankan revolusi secara kreatif dalam menerapkan kebenaran universal
Marxisme pada kenyataan-kenyataan spesifik negeri kita, dengan sepenuhnya
memperhitungkan kemampuan dan tradisi, tuntutan-tuntutan dan taraf kesadaran
rakyat Indonesia. Oleh karenanya, kaum Komunis dalam memecahkan sesuatu problem
bukan pertama-tama bertolak dari formula-formula atau dalil-dalil yang sudah
ready-made (tersedia), melainkan berlandaskan analisa yang ilmiah terhadap
keadaan konkret. Dari sini keterangannya mengapa kaum Komunis juga
menggarisbawahi seruan Bung Karno supaya “meninggalkan text-book
thinking”. Ini berarti bahwa kita harus kreatif dan juga
berkepribadian di bidang ilmu.
“Berkepribadian
dalam kebudayaan” dan “meninggalkan text-book thinking” jika kita
laksanakan dengan sadar dan konsekuen adalah dua prinsip yang akan membawa
perkembangan besar dalam sastra dan seni serta ilmu Indonesia. Untuk
melaksanakan dua prinsip ini kita harus lebih banyak mengenal keadaan negeri
dan rakyat kita sendiri, mengenal masa lampau dan masa kini untuk membentuk
masa depan yang gemilang. Ini berarti bahwa kita harus lebih sungguh-sungguh
mempelajari sejarah dan geografi serta adat-istiadat rakyat kita. Tidak hanya
untuk kerja politik, juga untuk kerja sastra dan seni serta ilmu diperlukan
pengenalan yang dalam tentang masalah-masalah ini, sebab hanya dengan demikian
kita dapat membangkitkan kebanggaan nasional rakyat, mendidik rakyat dengan
cara yang paling cocok bagi mereka dan yang paling menjiwai mereka dengan
kecintaan yang mendalam kepada tanah air.
Menegakkan
kepribadian nasional dalam kebudayaan pada hakikatnya adalah mengobarkan
patriotisme atau semangat banteng dalam kebudayaan. Dengan ini tidak berarti
bahwa kita ingin memisahkan sastra dan seni kita dari sastra dan seni
revolusioner dunia. Tidak, sama sekali tidak. Sastra dan seni yang
berkepribadian adalah perwujudan patriotisme di bidang sastra dan seni, sedang
patriotisme yang progresif, patriotisme revolusioner, yang selain mencintai
tanah air dan rakyat Indonesia juga berwatak anti-imperialisme dan
anti-pengisapan. Sastra dan seni Indonesia yang demikian dapat juga dinikmati
oleh rakyat-rakyat negeri-negeri lain, seperti juga kita dapat menikmati sastra
dan seni progresif dari rakyat-rakyat negeri lain. Sastra dan seni Indonesia
yang berkepribadian nasional adalah kawan seperjuangan sastra dan seni
revolusioner negeri-negeri lain, saling melengkapi dan saling mendorong dalam
mengabdikan diri kepada perjuangan rakyat negeri masing-masing dan rakyat-rakyat
sedunia.
Karena
kepribadian bukan sesuatu yang jatuh dari langit, melainkan tumbuh dari proses
kehidupan dan perjuangan sesuatu nasion, maka berbicara tentang kepribadian
tanpa menghubungkannya dengan kepentingan kaum buruh dan tani sebagai mayoritas
rakyat yang menciptakan kepribadian nasional dan bahkan yang menciptakan
sejarah itu sendiri, hakikatnya adalah omong kosong. Inilah sebabnya pengibaran
panji “Seni untuk Rakyat” atau seperti dikatakan Bung Karno di depan Kongres
Solo LEKRA “seni dari rakyat untuk rakyat” harus terutama diartikan “seni dari
kaum buruh dan tani untuk kaum buruh dan tani”. Selama ini sastrawan dan
seniman revolusioner telah menunjukkan kesungguhan dan kesanggupannya dalam
merealisasi semboyan itu dalam karya-karya dan kegiatan-kegiatan mereka. Sudah
banyak kemajuan yang dicapai, namun masih lebih banyak lagi penyempurnaan yang
diperlukan, terutama dalam memenuhi “dua tinggi”, yaitu tinggi mutu ideologi
dan tinggi mutu artistik.
Dalam
menyempurnakan pengabdian sastra dan seni kepada rakyat, ada kekurangan penting
yang perlu segera kita atasi, yaitu belum dijadikannya prajurit sebagai salah
satu objek karya sastra dan seni revolusioner. Sedangkan jika dilihat dari
asal-usulnya, prajurit-prajurit kita pada umumnya berasal dari rakyat pekerja,
mereka lahir di tengah-tengah nyala api Revolusi Agustus 1945 dan api
perjuangan membasmi “PRRI-Permesta”, membebaskan Irian Barat dan mengganyang
“Malaysia”, sedangkan vitalitasnya dalam perampungan tugas-tugas revolusi tidak
dapat disangkal.
Sastra dan
seni merupakan bagian dari usaha-usaha revolusi yang mutlak perlu, seperti
mutlak perlunya jantung bagi kehidupan manusia. Tetapi sastra dan seni hanya
akan menjadi jantung revolusi yang baik, bila ia berpanglimakan politik yang
revolusioner. Ini sesuai sepenuhnya dengan penegasan Bung Karno bahwa seni dan
politik harus satu, dan bahwa seni harus diabdikan kepada politik, kepada
revolusi.
Karena
sastra dan seni harus mengabdi kepada revolusi, maka sastra dan seni harus
diintegrasikan dengan revolusi. Ini hanya mungkin manakala sastrawan-sastrawan
dan seniman-seniman revolusioner mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan
tindakannya dengan revolusi, dengan kehidupan dan perjuangan revolusioner
rakyat. Sebab hanya sastrawan-sastrawan dan seniman-seniman yang
mempersenyawakan dirinya dengan massa akan disayangi oleh massa dan
karya-karyanya akan disenangi massa. Tepat apa yang dikemukakan oleh almarhum
Ki Hajar Dewantara di dalam pertemuan para sastrawan untuk pembentukan Fakultas
Sastra yang pertama di Indonesia pada bulan Desember 1929 di Surakarta: “Apabila tuan-tuan tidak mau memperdulikan jiwa
massa, massa juga tidak akan memperdulikan tuan-tuan”. Kata-kata
arif ini bukan hanya penting bagi sarjana-sarjana sastra yang dituju oleh Ki
Hajar ketika itu, tetapi juga berlaku sepenuhnya bagi sastrawan-sastrawan dan
seniman-seniman revolusioner masa kini maupun masa nanti.
Untuk
memiliki “jiwa massa” PKI menekankan pentingnya sastrawan dan seniman
revolusioner terus-menerus membajakan diri dan mendidik diri, sehingga mereka
senantiasa berada dalam kehangatan api perjuangan massa dan selalu meningkatkan
pengetahuan baik tentang teori-teori revolusioner maupun tentang penciptaan
sastra dan seni. Dengan demikian karya-karya mereka akan lebih baik mutu
ideologi dan mutu artistiknya dan lebih mampu menggugah dan membangkitkan massa
dalam menunaikan tugas-tugas sejarahnya.
Untuk
menemukan cara-cara yang lebih efektif dalam menunaikan tugas-tugas berat tapi
mulia itu, telah berkumpul di Jakarta sastrawan-sastrawan dan seniman-seniman
peserta KSSR dari berbagai bidang kegiatan dan dari seluruh penjuru tanah air,
dan kini mereka berada di ruangan ini bersama-sama Bung Karno yang mereka
cintai.
Adalah pada
tempatnya dan tidak berlebih-lebihanlah harapan mereka agar pada kesempatan ini
nanti mereka mendapatkan bekal-bekal berharga langsung dari Bung Karno sendiri,
untuk lebih menjamin dapatnya KSSR ini mencapai sukses yang maksimal dalam
menjadikan sastra dan seni sebagai senjata ampuh di tangan rakyat.
Untuk tidak
mengurangi waktu yang akan digunakan oleh Bung Karno, saya hentikan uraian saya
sampai di sini dengan harapan agar melalui KSSR ini PKI dapat bersama-sama Bung
Karno dan kaum revolusioner lainnya merealisasi secara konsekuen prinsip
“berkepribadian dalam kebudayaan”.
Ayo bersama
Bung Karno kita bina kebudayaan yang berkepribadian nasional!
Jakarta, 27
Agustus 1964.
Sumber: Tentang
Sastra dan Seni, Yayasan
Pembaruan, Jakarta, 1964. Scan PDF Brosur
Diedit dan
dimuat oleh Ted Sprague (5 April, 2013)
siapa ini yg bikin web?? parah
BalasHapushttp://screensay.com/article/1146/partai-idaman
Partai Komunis Bodoh
BalasHapusada apa ini ribut - ribut, eh ini blognya siapa ya? https://em.wattpad.com/846ccc5ebc15c01d46a685b59de4720ed4a3f7ba/68747470733a2f2f73332e616d617a6f6e6177732e636f6d2f776174747061642d6d656469612d736572766963652f53746f7279496d6167652f554258305874415a4b33716d61513d3d2d3236373633363537312e313436343031623539636334623736323332383937313739393736312e6a7067?s=fit&w=1280&h=1280
BalasHapus